jam

Sabtu, 16 Mei 2009

Sinkronkan Sistem Pendidikan dan Ketenagakerjaan Nasional

Selasa, 24 Maret 2009 | 18:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sinkronisasi antara sistem kependudukan, pendidikan, dan ketenagakerjaan nasional mendesak dilakukan untuk mengatasi persoalan pengangguran terdidik yang masih tinggi. Pasalnya, pengangguran terdidik dari jenjang pendidikan menengah dan tinggi mencapai hampir 50 persen dari total jumlah pengangguran, sedangkan lowongan kerja yang terisi sesuai dengan pendidikan baru berkisar 30 persen.

"Sinergi antara sistem pendidikan nasional dan sistem ketenagakerajaan diharapkan dapat tercapai melalui link and match. Kita perlu memperbanyak tenaga siap pakai level menengah. Kemudian pada level perguruan tinggi adalah berbasis pasar kerja, sehingga terjadi inovasi-inovasi baru, manajemen baru, dan peluang kerja baru," kata Oon Kurnia Putra, Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bidang Kependudukan pada seminar bertajuk "Peningkatan Kualitas SDM Berbasis Keunggulan Lokal dalam Perspektif Desentralisasi Pendidikan" yang diselenggarakan Universitas Negeri Jakarta, Selasa (24/3) di Jakarta.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada Februari 2008 tercatat 9,43 juta penganggur atau sebanyak 8,46 persen dari total penduduk. Pengangguran di tingkat SD-SMP berjumlah 4,8 juta, sedangkan di jenjang SMA-universitas mencapai 4,5 juta orang.

Selain itu, perlu juga memanajemen kependudukan yang meliputi pengendalian jumlah penduduk, kualitas penduduk, dan penyebaran penduduk. Pemerintah daerah, kata Oon, dapat mencegah urbanisasi yang tidak terkendali dengan menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah. "Jangan sampai penduduk daerah berbondong-bondong ke kota yang sekarang makin padat," kata Oon.

Muchlas Samani, Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, mengatakan, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada pada saat ini adalah akibat atau hasil dari kebijakan 12 sampai dengan 15 tahun yang lalu. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kualitas SDM perlu disesuaikan dengan visi ke depan.

"Pendidikan tidak bisa potong kompas. Asumsi-asumsi sekian tahun yang lalu mungkin berbeda dengan keadaan sekarang, sehingga perlu diperhatikan tahapannya untuk mengantisipasi tuntutan yang akan datang," kata Muchlas.

Sutjipto, guru besar Universitas Negeri Jakarta, mengatakan, dalam menyelenggarakan pendidikan, pemerintah perlu melihat secara cermat kebutuhan daerah, kemampuan, dan kearifan lokal untuk mempercepat peningkatan mutu dan layanan pendidikan di Tanah Air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar