jam

Rabu, 27 Mei 2009

Pengaruh program studi yang mumpuni pada pencapain akademik mahasiswa, pencapaian konsep pribadi mahasiswa dan akhirnya dapat lebih memberikan aspiras

Abstrak: Tujuan dari studi ini adalah untuk meneliti prestasi akademik, akademik konsep diri, dan aspirasi dari mahasiswa berbakat yang terdaftar di sebuah kehormatan dan dari mahasiswa berbakat yang tidak terdaftar dalam pujian suatu program. Peserta termasuk 294 mahasiswa berbakat , 248 diantaranya telah mendaftarkan diri dalam suatu kehormatan program dan 46 yang tidak terdaftar dalam program pujian. Serangkaian analisis dari covariance digunakan untuk membandingkan yang berarti nilai rata-rata titik, konsep diri akademik, pendidikan dan aspirasi dari dua kelompok. Akademik selfconcept diukur menggunakan Academic subscale dari Self Description Questionnaire III. Hasil menunjukkan berbakat / pujian siswa memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dan lebih tinggi akademik diri daripada konsep berbakat / nonhonors siswa, bahkan ketika mengendalikan untuk Sabtu skor. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam hal aspirasi. Implikasi yang dibahas.

Penelitian Guna untuk menempatkan : Saat membuat pilihan tentang pendidikan tinggi, siswa berbakat memiliki banyak kemungkinan pilihan, termasuk Ivy League, sekolah swasta, dan sebagainya. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan sebuah program pujian housed di universitas yang lebih besar dapat bermanfaat bagi mahasiswa berbakat. Secara khusus, mahasiswa berbakat yang terdaftar di sebuah kehormatan program akademik yang lebih tinggi dan prestasi akademik yang lebih tinggi dari konsep diri mahasiswa berbakat yang tidak terdaftar dalam program kehormatan, yang menunjukkan sebuah kehormatan program dapat berpotensi memberikan sesuatu untuk siswa yang berbakat di sebuah universitas besar yang tidak dapat menyediakan. Temuan ini dapat menyediakan Konselor sekolah, guru sekolah menengah, dan pendidikan tinggi dengan administrator empiris untuk mendukung efektivitas pujian dari program. Walaupun masih banyak lagi penelitian yang dibutuhkan di daerah ini, penelitian ini memberikan dasar bagi penyelidikan dari dampak pujian pemrograman di tingkat perguruan tinggi.

Kata kunci: prestasi akademik; akademik konsep mandiri; aspirasi; postsecondary pendidikan; program pujian

Mahasiswa berbakat harus selektif menghadiri akademi universitas dan lembaga-lembaga atau kurang selektif?
Mengingat bahwa siswa yang berbakat lebih sangat mungkin daripada siswa tidak berbakat untuk menghadiri lembaga selektif (Douglas & Powers, 1985; Hearn, 1984) dan selektif yang diberikan lembaga ini bertujuan untuk menarik siswa berbakat (Rinn & Plucker, 2004), pertanyaan ini memiliki implikasi penting. Jika mahasiswa berbakat akan tariff lembaga yang kurang lebih selektif, peneliti dan pendidik harus reevaluate kepentingan lembaga selektif dan melaksanakan perubahan untuk memastikan siswa berbakat masih dapat berhasil jika dalam kehadiran. Kecenderungan peningkatan yang terjadi di pendidikan berbakat seluruh kelas semua tingkatan, yaitu yang khusus berbakat dan berbakat dan bahkan kelas-kelas khusus untuk sekolah yang berbakat dan berbakat (Marsh & penakut, 2000).Kecenderungan ini sebagian didasarkan pada gagasan bahwa siswa berbakat akan mendapat pengalaman akademis dan manfaat psikologis tidak seperti yang dikelilingi oleh hati dan sama-sama dapat peer. Meskipun pengalaman siswa berbakat di tingkat K-12 sudah belajar secara menyeluruh (lihat GA Davis & Rimm, 1998), akademik dan pengalaman psikologis mahasiswa berbakat relatif diketahui. Demikian pula, walaupun efek dari pemrograman berbakat telah dipelajar di K-12 oleh siswa berbakat (Marsh, 1987), efek dari program berbakat jarang memiliki siswa yang pernah belajar di perguruan tinggi. Efek program berbakat pada akademik dan psikologis pengembangan mahasiswa berbakat tidak dikenal. Pengaruh sekolah di akademik dan psikologis Perkembangan rata-rata mahasiswa telah belajar secara lengkap dalam penelitian sastra walaupun (lihat Pascarella & Terenzini, 1991). Berbagai model yang dipelajari dari pengalaman siswa telah diusulkan perguruan, termasuk pembangunan teori dan teori dampak dari kampus.Faktor-faktor seperti prestasi akademik, akademik selfconcept, ukuran kelembagaan, dan partisipasi khusus dalam program mempengaruhi semua siswa dari tingkat pengalaman pendidikan. Ilmu kelembagaan dan program selektivitas yang sesuai dengan perguruan mempengaruhi belajar, Oleh karena itu, sebagai selektivitas lingkungan yang tertentu dapat mempengaruhi prestasi siswa akademik, konsep akademik diri, dan aspirasi. Istilah selektivitas berarti rata-rata kemampuan akademik dari sebuah college atau universitas dari memasuki bayat
kelas (Astin & Henson, 1971) dan biasanya dianggap sebagai yang terbaik dari satu institusi untuk mengukur prestasi (Karabel & Astin, 1975), seperti sekolah yang paling bergengsi yang paling sering selektif. Biasanya, gagasan selektivitas merujuk kepada selektivitas dari seluruh lembaga pendidikan tinggi, dan penelitian tentang selektivitas
biasanya berhubungan dengan lingkungan kelembagaan secara keseluruhan. Namun, program-program sekolah dalam waktu satu atau lembaga pendidikan tinggi juga dapat selektif, seperti "Setiap sekolah adalah salah satu gelar atau yang lain dari kemajemukan
berbeda sub-lingkungan "(Feldman, 1972, hal 227). Dan meskipun keseluruhan lingkungan kampus. pameran karakteristik tertentu, subenvironment Mei tertentu berusaha mempengaruhi arah lain (Strange & banning, 2001). Misalnya, program untuk
mahasiswa berbakat, biasanya disebut sebagai program pujian, dapat digambarkan sebagai program selektif, atau lebih di sedikit selektif dari universitas tuan rumah mereka, karena dari kemampuan akademis tinggi anggota dari sebuah program pujian dibandingkan dengan anggota orang-orang dari tuan rumah di universitas besar.
Lebih dari 600 sekolah umum dan universitas di seluruh Amerika Serikat menyediakan program untuk menghormati kebutuhan akademik berbakat dan mahasiswa berbakat
(Digby, 1999). program tanda kehormatan biasanya ditetapkan sebagai kumpulan aturan yang direncanakan, termasuk perbedaan kurikulum dan menutup hubungan facultystudent, untuk memenuhi kebutuhan dari perguruan atau universitas yang paling didapat siswa (Austin, 1986). Potensi kerugian yang berpartisipasi dalam program selektif, atau program pujian, terletak pada persepsi para siswa. Dengan berpartisipasi dalam program selektif, siswa yang berbakat akan menerima nilai yang lebih rendah daripada dia atau dia akan lebih selektif dalam program sebagai hasil dari
beberapa kombinasi yang lebih menantang dan kurikulum yang ketat dan atau perubahan peringkat yang disebabkan normatif distribusi yang lebih tinggi kemampuan kelompok (J. A. Davis, 1966; Werts & Watley, 1969). Titik rata-rata siswa kelas mungkin mempengaruhi selfconcept akademik, bahwa jika siswa memiliki nilai yang rendah
rata-rata (atau lebih rendah daripada yang diharapkan), siswa akan cenderung
mengalami penurunan akademik konsep diri, dan akademis ini rendah diri sebab konsep negatif mempengaruhi aspirasi siswa (JA Davis, 1966). Jika berpartisipasi dalam program kurang selektif siswa yang berbakat akan menerima nilai yang lebih tinggi, sehingga yang mengalami peningkatan akademik konsep mandiri dan meningk aspirasi at di masa depan , siswa yang berbakat akan kurang lebih baik tarif akademis selektifnnya dalam program ini. Di sisi lain, jika karena dikelilingi oleh tinggi untuk mencapai dan sangat
meningkatkan motivasi rekan-rekan dari satu keinginan untuk mencapai, aspirasi masa depan bisa ditingkatkan (Thistlethwaite & Wheeler, 1966). Ini adalah kontradiktif hypotheses setiap didukung secara teori, yaitu teori pencabutan relatif (JA Davis, 1966), Big-Ikan-Little-Pond Efek (BFLPE; Marsh & Parker, 1984), dan teori tekan lingkungan
(Thistlethwaite & Wheeler, 1966). Penelitian telah mendukung setiap teori, walaupun banyak temuan yang kontradiktif, namun tidak pernah mengenai pemrograman pujian di tingkat postsecondary.

Teori Pencabutan Relatif

J. A. Davis (1966) Menerapkan aspirasi Teori Pencabutan Relatif kepada mahasiswa laki-lakisebagai upaya untuk mendapatkan dukungan empiris yang lebih lanjut untuk teori. Davis menggunakan sampel sekitar 35.000 laki-laki dan perempuan dari 135 universitas, semua dari mereka telah dijadwalkan untuk mendapatkan bachelor's derajat di musim semi dari 1.961,1 Untuk mengendalikan pendidikan bakat, Davis menemukan perbedaan titik nilai rata-rata siswa tergantung dari selektivitas yang mereka hadiri.
Untuk siswa dapat sama-sama, hadir yang lebih selektif ke lembaga yang lebih rendah rata-rata grade point dari mereka yang hadir kurangnya lembaga. selektif Dalam membuat keputusan dan mengembangkan aspirasi karir di masa depan
, Davis diyakini siswa yang cenderung mengambil ke rekening masing-masing dari mereka penghakiman akademik kemampuannya. Oleh karena itu, jika mereka yang rendah rata-rata nilai, aspirasi mereka yang cenderung lebih rendah dari mereka
jika mereka yang tinggi rata-rata nilainya.234 Gifted Child Quarterly, Vol. 51, No 3
argumentasi Davis yang campur antara variabel kelas titik rata-rata adalah akademik dan aspirasikonsep diri, dia percaya yang dikembangkan oleh Davis membandingkan
diri kepada orang lain yang sama di referensi grupnya, atau lain di lembaga yang sama. Davis menyimpulkan itu yang lebih baik untuk menjadi katak besar di kolam kecil
(yang di dapat lembaga siswa yang kurang selektif) selain katak kecil di kolam yang besar (yang di dapat siswa yang selektif institusi). metode Davis tidak terpengaruh dan bukan tanpa kesalahan sepenuhnya generalizable. Dia tidak memiliki data empiris baik sekolah atau bakat-konsep diri, dan dia perempuan tidak termasuk dalam analisis. Sekolah telah menetapkan kemampuan siswa menggunakan kombinasi daiam melaporkan diri-titik kelas rata-rata dan kualitas sekolah, sebagaimana ditetapkan oleh Merit dalam nilai rata-rata Ujian Nasional untuk semua memasukkan freshmen setiap lembaga. Namun, nilai Ujian Nasional Merit hanya tersedia untuk 114 dari 135 lembaga, sehingga estimasi untuk sisa sekolah. Demikian pula, konsep diri dari seorang pelajar.lebih nyata daripada seharusnya, sebagai Davis mengukur konsep diri meminta siswa jika mereka memiliki "Bakat" untuk mata pelajaran daerah tertentu, dan pemahaman dari konsep itu sendiri dibatasi (yaitu, self-konsep melibatkan perbandingan lebih dari cukup sosial). Studi lain telah direplikasi Davis dari studi dan diterapkan teori relatif pencabutan ke berbagai contoh mahasiswa, sehingga memberikan dukungan bagi teori relatif pencabutan (Alwin & Otto, 1977; Drew & Astin, 1972; Werts & Watley, 1969). Alexander dan Eckland (1977), misalnya, menemukan bahwa perguruan selektivitas memiliki efek negatif pada kinerja sarjana kelas akademik dan konsep diri.

BFLPE

Marsh's dan Parker (1984) BFLPE sangat mirip dengan teori relatif pencabutan, dalam hal BFLPE posits siswa yang rendah dan sosial ekonomi lowability sekolah tinggi akan memiliki konsep diri daripada siswa tinggi dengan sosial ekonomi tinggi dan kemampuan
sekolah. Karena teori relatif pencabutan berpendapat bahwa konsep diri yang rendah ketika siswa rendah menerima kelas selektif dalam program, BFLPE dan teori relatif pencabutan akan memperkirakan sama temuan mengenai pengalaman menurunkan akademik konsep diri. BFLPE yang biasanya dijelaskan oleh perubahan seorang siswa dari kelompok referensi. Bila siswa berbakat masukkan program berbakat setelah sudah menjadi bagian dari mixedability - tingkat program, mereka tiba-tiba dikelilingi oleh rekan-rekan dari kemampuan sama, tantangan yang sebelum mereka merasakan tingkat kompetensi. Konsep diri akademik sehingga tidak hanya tergantung pada sebenarnya sebelum akademik tetapi juga pada pencapaian rata-rata prestasi akademik anak didik dalam satu konteks dari sekitarnya. Marsh (1991) menemukan bahwa tingkat kemampuan siswa menghadiri sekolah tinggi yang cenderung memilih kurang menuntut Coursework, ada rendah diri akademik konsep, memiliki nilai rata-rata yang rendah, memiliki pendidikan rendah aspirasi, dan memiliki pekerjaan yang lebih rendah aspirasi dari rekan-rekan mereka sama-sama dapat menghadiri rendah kemampuan
sekolah tinggi. Temuan mengenai BFLPE dicampur dalam penelitian sastra. Beberapa studi memberikan dukungan untuk yang BFLPE. Misalnya, Zeidner dan Schleyer (1998)
diperiksa di BFLPE di antara anak-anak berbakat Israel berpartisipasi homogen baik di kelas untuk berbakatatau biasa, dicampur-kemampuan kelas. Mereka menemukan bahwa berbakat siswa reguler, dicampur-kelas menunjukkan kemampuan signifikan akademis tinggi konsep diri, rendah kegelisahan tinggi, dan nilai yang lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka di berbakat.homogen untuk kelas berbakat.Suk dan Wong Wai Watkins (2001) Hong Kong belajar sekolah menengah mahasiswa dan ditemukan lagi dukungan untuk BFLPE. Siswa yang dihadiri lebih rendah kemampuan streaming kelas melaporkan diri lebih tinggi daripada siswa sama-sama dapat yang dihadiri lebih tinggi kemampuan streaming kelas. Marsh, Chessor, penakut, dan Roche (1995) menemukan dukungan untuk BFLPE yang berbakat di antara Australia students2; Marsh, Köller, dan Baumert (2001) menemukan dukungan terhadap Jerman BFLPE antara siswa; Olszewski, Kulieke,
dan Willis (1987) menemukan dukungan untuk BFLPE antara American siswa berbakat dan Tymms (2001) ditemukan BFLPE dukungan untuk anak-anak di Inggris. Di
lintas budaya ujian dari BFLPE di 26 negara, Marsh dan Hau (2003) ditemukan bukti yang BFLPE dalam setiap negara diteliti. Ini tidak mendukung, namun yang dimaksud adalah BFLPE tanpa kesalahan. Penelitian mengenai dampak program berbakat pada konsep diri siswa yang berbakat luas dan menawarkan berbagai temuan mengena BFLPE. Misalnya, Bachman dan O'Malley (1986) ditemukan hanya sebagian kecil dari efek negatif kemampuan sekolah pada diri-konsep 1.487 orang pemuda. Kolloff dan Moore (1989) benar-benar ditemukan peningkatan selfconcept berbakat di kalangan pelajar yang ikut berpartisipasi dalam program panas perumahan untuk berbakat dan Karnes
dan Wherry (1981) dan Brody dan Benbow (1987)berbakat ditemukan anak-anak untuk memiliki konsep diri yang lebih tinggi bila ditempatkan di kelas yang berbakat dari dalam kelas reguler. Vaughn, Feldhusen, dan dari Asyer (1991) metaanalysis
dari sembilan studi tentang program untuk penarikan dasar dan menengah berbakat dan siswa berbakat menunjukkan kepergian program tidak mempengaruhi konsep diri siswa yang berbakat tetapi mempunyai efek positif pada pencapaian, kritis, dan kreativitas.
Ada dua kemungkinan penjelasan untuk kontradiksi dalam sastra. Pertama, variasi
metodologi yang dapat menyebabkan hasil yang berbeda. Menggunakan
kelompok umur, jenis program berbakat, dan langkah-langkah yang berbeda dari konsep diri dapat mempengaruhi hasil dari masing-masing studi yang disebutkan sebelumnya.
Kedua, seperti yang oleh Moon, Feldhusen, dan Dillon (1994) dalam kajian terhadap efek jangka panjang dari penyuburan sebuah program berbakat SD siswa, efek jangka pendek dari program berbakat konsep diri siswa berbakat mungkin atau negatif nonexistent, tetapi efek jangka panjang bisa menjadi positif. Berdasarkan studi sebelumnya (Kolloff &
Feldhusen, 1984, seperti dikutip dalam Moon et al., 1994), maka penulis menyimpulkan "sebelum penelitian pada jangka pendek efek yang sama pada program yang sama dari kelompok siswa (ketika siswa masih terlibat dalam program) telah menunjukkan bahwa program ini belum pernah berdampak yang signifikan pada konsep diri "(hal 44).
Teori tentang isu BFLPE juga ada. Dalam Parker's dan Marsh (1984) asli kajian mengenai BFLPE, rendah dan kemampuan tinggi kemampuan sekolah ditentukan oleh siswa rata-rata skor IQ, seperti yang IQ rata-rata untuk rendah kemampuan sekolah adalah 96 (SD = 13,1) dan rata-rata IQ tinggi untuk kemampuan sekolah itu 109
(SD = 13,1). Nilai ini adalah hampir menunjukkan "rendah" atau "tinggi" kemampuan sekalipun, baik sebagai nilai mudah jatuh di bidang "rata-rata" (Johnson & Wichern, 2002). Meskipun peneliti lainnya yang telah direplikasi BFLPE dengan contoh siswa berbakat, karena sebelumnya disebutkan, adalah penting untuk dicatat Marsh dan Parker's
desain awal. Peneliti lainnya meningkatkan kekhawatiran tentang
yang BFLPE juga. Dai (2004) menyatakan "dengan teori dasar BFLPE harus memperluas dalam cahaya dari wujud sosial dibandingkan sastra "(hal 268).
Perbandingan proses sosial, termasuk apakah satu melibatkan ke atas atau di bawah sosial perbandingan, perlu dibawa ke dalam rekening tersebut, karena proses Mei. berfungsi sebagai mediator antara sekolah dan kemampuan rata-rata akademik mandiri konsep. Plucker dkk. (2004) menyarankan BFLPE tidak cukup rinci untuk menjamin implikasi kebijakan, karena banyak karakteristik sosial dan emosional siswa yang berbakat harus diperiksa, termasuk perfectionism dan identitas pribadi, sebelum penghakiman
tentang kemampuan sekolah tinggi.





Teori Tekan Lingkungan

Menggunakan 1.772 siswa terdaftar di sekolah yang berbeda 140 dan perguruan tinggi, dan Wheeler Thistlethwaite (1966), dalam meneliti lingkungan tekan teori, belajar akibat lingkungan sekolah, dan khususnya guru dan rekan subcultures, pada siswa aspirasi untuk mencari lulusan tingkat derajat. Dalam pengendalian untuk jenis kelamin, derajat aspirasi di awal kuliah, Ujian nasional Merit Qualifying skor, ayah dari tingkat pendidikan, tingkat pendidikan ibu, nomor dari freshman aplikasi beasiswa tahun 1959, keluarga keuangan tahun 1959, dan kemungkinan besar bidang Studi tahun 1959, penulis melihat dampak dari lingkungan sekolah, seperti yang diukur melalui sekolah tekan skala, pada siswa untuk mencapai tujuan lulus pelatihan. Sekali lagi, hasil itu hanya berlaku untuk
pria-pria. Mereka menyimpulkan bahwa selektivitas dari sebuah lembaga memiliki efek positif langsung pada aspirasi, "sejak sebuah sarjana akan melakukan terbaik dan tujuan tertinggi di sekolah di mana kebanyakan orang sesama siswa tinggi aspirasi dan unggul akademis "(Drew & Astin, 1972, hal 1152). Ini untuk lebih mendukung kesimpulan berasal dari pekerjaan Moos (1976), yang ditemukan bahwa anggota kelompok sosial tertentu cenderung perubahan untuk mengurangi perbedaan di antara mereka dan kelompok sosial. Dengan demikian, siswa yang menghadiri selektif lembaga akan mungkin keinginan untuk mengembangkan menghadiri lulusan sekolah jika sebagian besar siswa yang lain di selektif lembaga yang juga tertarik melakukannya. Selain itu, para peneliti lainnya telah menemukan spesifik aspek yang selektif lembaga untuk meningkatkan siswa aspirasi. Thistlethwaite (1959, 1962, 1965) ditemukan
berikut ini memiliki efek positif pada siswa aspirasi: eksposur ke kelompok besar dari rekan-rekan yang berniat untuk mengejar lulusan pelatihan, partisipasi dalam
proyek penelitian, pengakuan sosial atau pengalaman menang pujian atau penghargaan, evaluasi positif dari guru siswa dalam bidang studi utama, panutan siswa dalam bidang studi utama, dan keterlibatan pujian dalam program. Astin (1977, 1984) dan
Malaney dan Ishak (1988) menemukan bahwa partisipasi dalam berkenaan dengan perguruan tinggi program pujian peningkatan mahasiswa dari kegigihan di sekolah dan meningkatkan kemungkinan mengejar lulusan pendidikan.
Meskipun lingkungan tekan teori nampaknya bertentangan dengan teori relatif karena pencabutan yang dicatat efek langsung dan tidak langsung, masing-masing, di aspirasi, baik proses bisa terjadi secara bersamaan (Drew & Astin, 1972). Kelly menawarkan berikut hipotesa: Semakin besar proporsi kelompok atau memiliki endorsing beberapa karakteristik X, semakin besar kemungkinan ia pendatang baru yang akan cenderung menjadi baik menuju X dan sepertinya itu adalah bahwa ia akan melihat dirinya sebagai
X memiliki gelar apapun yang tidak biasa. (seperti dikutip dalam J. A. Davis, 1966, pp. 21-22) Oleh karena itu, jika seorang mahasiswa yang menghadiri sekolah selektif atau universitas dan dikelilingi oleh karenanya sangat rekan-rekan dapat dengan aspirasi tinggi, pelajar mungkin lebih mungkin untuk meningkatkan sendiri aspirasi. Namun demikian, siswa yang sama juga akan penurunan konsep diri, mungkin agak menurunkannya aspirasi, karena ia tidak akan atau melihat dirinya sendiri mampu sebagai nya jika dikelilingi oleh rekan-rekan lainnya sangat dapat siswa. Oleh karena itu, efek bersih dari menjaring aspirasi pada, dengan mempertimbangkan kedua teori relatif pencabutan dan lingkungan teori tekan, mungkin sebenarnya menjadi nol karena efek saling membatalkan keluar (Reitz, 1975) dan akan menjadi hasil dari kedua proses kombinasi dariterjadinya hanya satu atau yang lain.


Peristiwa Belajar

Tujuan dari kajian ini adalah untuk memeriksa aspek teori relatif pencabutan, BFLPE,dan teori tekan lingkungan, yaitu prestasi akademik, akademik konsep diri, dan aspirasi, menggunakan sampel berbakat dari mahasiswa. Secara tradisional, teori
relatif pencabutan dan lingkungan tekan teori telah diuji pada rata-rata-kemampuan populasi mahasiswa dibandingkan di antara berbagai lembaga mereka derajat selektivitas (JA Davis, 1966; kamen, 1979; Thistlethwaite & Wheeler, 1966; Werts & Watley,
1969). Pujian sebagai program selektif subenvironments belum belajar. Demikian pula, telah BFLPE diuji secara luas dengan berbagai populasi, termasuk siswa berbakat, tetapi untuk semua analisis telah dilakukan tanggal precollege dengan siswa (misalnya, Marsh, 1987; Suk Wai Wong & Watkins, 2001; Tymms, 2001). kampus siswa berbakat belum diperiksa. Kajian ini dari mahasiswa berbakat dan Program pujian ini penting karena beberapa alasan. Karena tradisional umur, mahasiswa berbakat sebagai subpopulation
tidak sering belajar, penelitian ini secara simultan kontribusi kepada umum penelitian sastra di mahasiswaberbakat, untuk penelitian sastra pada pujian program, dan untuk penelitian sastra pada pendidikan berabakat dan pendidikan tinggi pada umumnya. Praktis, yang studi mahasiswa berbakat disebuah kehormatan program inimenguntungkan karena peneliti dan pendidik umumnya menganggap selektif yang terbaik untuk program
intelektual dan sosial pengembangan siswa berbakatbelajar dari program-program di selektif postsecondary tingkat yang langka, sehingga sedikit bukti empiris mengenai program-program ini. Tanpa empiris mendukung, pendidik, dan peneliti yang membuat buta asumsi tentang kesejahteraan dariiswa berbaka melakukan lebih baik daripada menyakiti. Gifted mahasiswa, untuk kepentingan belajar, didefinisikan sebagai mahasiswa yang dikombinasikan dengan skor yang lebih besar dari 1300 (atau komposit ACT nilai lebih dari 30 tahun atau lebih tinggi), karena hal ini adalah nilai yang diperlukan untuk kehormatan masuk ke dalam program di universitas
Dari sampel yang telah diambil. Menggunakan siswa Sabtu sebagai indikator dari nilai intelektual giftedness adalah diakui oleh National Honors Alumni Dewan standar sebagai cara untuk mengidentifikasi gifted college students3 (Digby, 1999). Mahasiswa yang berbakat merupakan anggota kehormatan dari sebuah program (yang lebih selektif
subenvironment) akan dibandingkan dengan perguruan gifted siswa yang bukan anggota suatu kehormatan program tetapi adalah mahasiswa di kampus universitas biasa
(yang kurang selektif subenvironment). Kajian ini tidak akan mengulangi teori relatif
pencabutan, yang BFLPE, lingkungan atau tekan teori dalam keseluruhan tapi akan memberikan dukungan, atau kurangnya itu, untuk hubungan yang masing-masing teori.
Dengan kata lain, setiap teori constructs, yaitu prestasi akademik, akademik konsep diri, dan aspirasi, akan diperiksa. Secara khusus, berikut hypotheses akan diperiksa: (a) Berdasarkan teori pencabutan relatif, siswa yang berbakat terdaftar dalam program ini harus memiliki kehormatan rendah akademik prestasi dari siswa berbakat yang tidak
mendaftarkan diri dalam suatu kehormatan program, (b) berdasarkan BFLPE, siswa berbakat yang terdaftar di sebuah kehormatan program akademik harus rendah diri

konsep berbakat dari siswa yang tidak terdaftar di sebuah kehormatan program, dan (c) berdasarkan lingkungan tekan teori, gifted siswa yang terdaftar dalam program pujian hrus memiliki tinggi aspirasi dari siswa berbakat yang tidak terdaftar dalam program pujian.

Metode
Peserta
294 mahasiswa berbakat yang disertakan dalam kajian ini. Peserta termasuk siswa yang terdaftar dalam program pujian (gifted / pujian grup; n = 248) dan perguruan gifted
siswa yang tidak terdaftar di sebuah kehormatan program4 (gifted / nonhonors grup; n = 46). Kedua kelompok dipilih dari universitas yang sama besar di Midwest. Gifted mahasiswa yang terdaftar di sebuah kehormatan Program yang ditetapkan oleh anggota kehormatan di kampus, berbakat dan mahasiswa yang tidak terdaftar dalam sebuah pujian yang ditentukan oleh perguruan tinggi yang Sabtu penilaian 1300 atau lebih. Frekuensi informasi berikut dapat ditemukan pada Tabel 1: jenis kelamin, tahun di sekolah, dan
besar. Informasi ini diberikan dalam persentase untuk memungkinkan grup perbandingan.


Tabel 1
Frequencies of Demographic Information
Gifted/honors Gifted/nonhonors
% % Total (%)
Gender
Male
Fe male
Year in school
Freshman
Sophomore
Junior
Senior
Major
Business
Natural science
Humanities
Education
Social science
Fie art
Undecided
60.1
39.9

46.8
37.9
5.2
10.1

65.3
14.9
14.5
2.8
6.9
6.5
4.0
39.6
30.4

4.3
43.5
21.7
30.4

34.8
23.9
15.2
30.4
2.2
2.2
0
61.6
38.4

40.1
38.8
7.8
13.3

60.5
16.3
14.6
7.1
6.1
5.8
3.4


Bahan
Prestasi akademik. Peserta akademik prestasi diukur oleh siswa untuk meminta laporan mereka saat ini, yang rata-rata nilai kumulatif yang dapat berkisar antara 0,00 ke 4,00. Akademik mandiri konsep. Akademik sendiri adalah konsep diukur menggunakan Academic subscale dari Cukup Description Questionnaire III (SDQ-III; Marsh, 1989).
The SDQ-III adalah yang ketiga dalam serangkaian kuesioner yang dirancang untuk mengukur konsep diri preadolescents (SDQ-I), anak remaja (SDQ-II), dan remaja akhir
dan remaja (SDQ-III). Rangkaian ini telah dibuat dalam respon terhadap kebutuhan untuk kualitas tinggi pengukuran instrumen dengan teori dasar yang kuat yang menyediakan
dukungan untuk multidimensionality dari konsep diri. Di Selain itu, SDQ-III dibuat khusus untuk mahasiswa penduduk. Arti dari Subscale akademis, seperti yang didefinisikan oleh Marsh, adalah "I am a baik siswa sekolah dalam mata pelajaran yang paling "(hal. 12). Itu Akademik subscale berisi 10 item, termasuk "Saya menikmati melakukan pekerjaan untuk kebanyakan mata pelajaran akademis "dan" Saya ada masalah dengan sebagian besar mata pelajaran akademik, "yang siswa merespon pada 8-point Likert-jenis skala mulai Dari ke-benar-benar benar palsu. Skor pada Akademik subscale kisaran 1-8. Keandalan skor untuk Akademik dari subscale
III-SDQ rentang ,86-,92 (Bryne & Marsh, 1993). Keabsahan bukti disediakan melalui correlations dengan kriteria faktor eksternal dan analisis. Dalam membandingkan
III-SDQ tanggapan ke sekolah iklim kuesioner, Marsh dan O'Neill (1984) menemukan bahwa rencana untuk menghadiri college atau universitas yang berhubungan dengan Akademik subscale. Selain itu, faktor analisis menunjukkan faktor loadings mulai ,47-,81 di Akademik subscale (Marsh, 1989). Menggunakan sampel yang sekarang, internal-konsistensi keandalan umum Akademik subscale, diukur sebagai oleh Cronbach's alpha, adalah ,86 yang konsisten dengan penelitian sebelumnya. Keandalan tidak meningkatkan
jika item tersebut akan dihapus. Aspirasi. Aspirasi pendidikan diukur
dengan peserta menunjukkan tertinggi postsecondary derajat mereka berencana untukmenerima. Derajat pilihan menyertakan bachelor's degree (BS atau BA), sebuah
gelar master (MS, MA, MFA, MBA, dll), atau gelar doktor (PhD, MD, JD, etc.) Skor ini
mengukur aspirasi pendidikan mulai dari 1 sampai 3.

Prosedur

Peneliti yang direkrut oleh peserta meminta mereka untuk berpartisipasi pada sesi berbagai kelas. peneliti hubungi semua kehormatan profesor (n = 31); tiga besar profesor yang diajarkan, nonhonors kursus dan lima siswa lulusan instruktur di Midwestern universitas untuk izin untuk mengelola kuesioner yang pada awal atau akhir sesi kelas. Para peneliti mengumpulkan data dari 22 kursus antara tanggal 1 September 2003, dan
1 Oktober 2003. Akhir kelompok peserta terdiri dari 294 siswa, walaupun pada awalnya data yang dikumpulkan dari 644 siswa. Peserta telah dikeluarkan dari data ini belajar untuk alasan berikut: (a) Nontraditionally usia siswa dikeluarkan dari studi ini (n = 12) nontraditional siswa karena seringkali tidak termasuk dalam penelitian sastra pada mahasiswa pembangunan, sebagai teori yang relevan dengan perguruan tradisional
siswa tidak selalu berlaku untuk nontraditional perguruan siswa (Pascarella & Terenzini, 1991), (b) peserta yang tidak memberikan atau Sabtu ACT skor yang
dikecualikan (n = 78), dan (c) Sabtu siswa dengan nilai lebih rendah dari 1300 yangdikecualikan (n = 260). Oleh karena itu, sekitar 45,6% dari kuesioner yang dikumpulkan digunakan dalam kajian ini.





Tabel 2
Correlation between SAT score, academic achievement,academic self-consept, and aspiration

SAT Score Academic Achievment Achievment Self-Consept Aspiration
SAT Score
Academic achievement
Academic self-consept
Aspiration 1000
.195**
.193**
.196**
1000
334**
.126

1000
.137*


1000
*p<.05.**<.01.


Table and deviation of SAT Score, Academic Achievment, Academic Self-Concept, And Aspiration
Gifted/Honors Gifted/Nonhonor Total
M SD M SD M SD
SAT score
Academik Achievment
Academic self-consept
Aspiration 1390
3.74
6.45
2.37 67.88
0.25
0.74
0.68 1357
3.26
6.11
2.35 58.81
0.49
0.99
0.74 1385
3.62
6.40
2.37 67.46
0.39
0.79
0.69

Hasil

Untuk meneliti perbedaan antara perguruan giftedsiswa yang terdaftar dalam sebuah program dan pujian gifted mahasiswa yang tidak terdaftar di sebuah kehormatan program tindakan dari prestasi akademik, akademik konsep diri, dan aspirasi, rangkaian
analisis dari covariance (ANCOVA) telah dilaksanakan. Correlations antara semua variabel dapat dilihat pada Tabel 2. Standar dan penyimpangan yang berarti setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 3. Serangkaian ANCOVAs digunakan dalam kajian ini
karena Sabtu skor yang berbakat / grup dan pujian yang berbakat / nonhonors grup yang berbeda secara nyata, seperti yang ditunjukkan oleh sampel independen t tes, t (292) =
3,01, p <,01. Dengan demikian, skor Sabtu menjabat sebagai covariate. Walaupun dua di antara variabel yang bergantung berkorelasi (prestasi akademik dan akademik selfconcept), MANCOVA yang tidak digunakan sebagai dasar metode analisis yang hilang karena akademik prestasi data. Sebelum menguji hypotheses kajian ini dilaksanakan, statistik asumsi untuk tes yang ANCOVA dinilai (Stevens, 1996). Pertama, interaksi antara anggota grup (variabel independen) dan siswa skor Sabtu (covariate) telah diperiksa berkenaan dengan setiap variabel dependen: untuk akademik prestasi, M (1, 172) = 0,35, p = ,56, sebagian η2 = ,002, Akademik untuk diri-konsep, M (1, 290) = 0,03, p = ,87, Sebagian η2 = ,000, dan aspirasi, M (1, 290) = 0,86, p = ,36, sebagian η2 = ,003. Dengan demikian, karena interaksi tidak signifikan, asumsi yang sama
lereng telah terpenuhi. Asumsi untuk keserbasamaan dari perbedaan itu, namun untuk melanggar prestasi akademik akademik dan konsep diri. Tentang akademik
prestasi, Levene's Test for Equality of variance ditunjukkan besar M rasio 35,24 (p <.001). Tentang akademik mandiri konsep, F rasio adalah 10,56 (p <.01). Dalam meneliti prestasi akademik yang gifted / pujian dan siswa berbakat / nonhonors siswa, 5 hasil ANCOVA yang signifikan menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan antara kedua kelompok setelah pengendalian untuk skor Sabtu, seperti yang M (1, 173) = 64,96, p <,001, sebagian η2 = ,27. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 4. Kumulatif nilai rata-rata dari titik gifted / kehormatan siswa (F = 3,74, SD = 0,25) yang signifikan
lebih tinggi daripada orang-orang yang berbakat / nonhonors siswa (F = 3,26, SD = 0,49).
J perbedaan signifikan juga ditemukan dengan Berkaitan akademik mandiri konsep. Hasil
ANCOVA menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan ditemukan antara gifted / grup dan pujian gifted / nonhonors grup, seperti yang M (1, 291) = 4,79,
p <,05, sebagian η2 = ,02. Hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 5. Akademik mandiri konsep gifted / pujian siswa (F = 6,45, SD = 0,74) yang signifikan lebih tinggi daripada orang-orang yang berbakat / nonhonors siswa (M = 6,12, SD = 0,99). Tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok ukuran dari aspirasi. Walaupun sama variances yang diasumsikan, aspirasi yang berbakat / pujian grup (F = 2,37, SD = 0,68) dan orang-orang yang berbakat / nonhonors grup (M = 2,35, SD = 0,74) tidak statistik berbeda, seperti yang M (1, 291) =
Source Sum of squares df Mean squaref F ratio P Partial n2
Corrected model
Intercept
SAT score
Group
Within
Total
Corrected total 8.05
3.27
0.17
7.03
18.73
2,335.51
26.78 2
1
1
1
173
176
175 4.03
3.27
0.17
7.03
0.11 37.18
30.17
1.53
64.96 .000
.000
.218
.000 .30
.15
.01
.27
0,15, p = ,70, sebagian η2 = ,00. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.



Table 4
Result of the ANCOVA for Academic Achievment Comparing Gifted/honors and Gifted/nonhonors Student

Note: R2 = .30 ancova = analysis of covariance
Source Sum of squares df Mean squaref F ratio P Partial n2
Corrected model
Intercept
SAT score
Group
Within
Total
Corrected total 9.62
8.57
5.15
2.85
172.78
12,229.76
182.40
2
1
1
1
291
294
293 4.81
8.57
5.15
2.85
0.59 8.10
14.43
8.68
4.79 .000
.000
.003
.029 .054
.047
.029
.016
Tabel 5
Result of ANCOVA for academic self-consept Comparing Gifted/honors and Gifted/nonhonors Studens

Note: R2 = .05 ancova = analysis of covariance

Tabel 6
Result of the ANCOVA for aspiration Comparing Gifted/honors and Gifted/non honors Students


Source Sum of squares df Mean squaref F ratio P Partial n2
Corrected model
Intercept
SAT score
Group
Within
Total
Corrected total 5.49
0.15
5.47
0.07
134.84
1,788.00
140.33
2
1
1
1
291
294
293 2.74
0.15
5.47
0.07
0.46 5.92
0.32
11.80
0.46 .000
.573
.001
.698 .04
.00
.04
.00
Note: R2 = .03 ancova = analysis of covariance


Pembicaraan

Tujuan dari kajian ini adalah untuk memeriksa perbedaan gifted antara mahasiswa yang terdaftar di pujian dan mahasiswa tidak berbakat mendaftarkan diri dalam suatu kehormatan program tindakan akademik prestasi, akademik konsep diri, dan aspirasi.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa gifted mahasiswa yang terdaftar dalam program pujian memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dan lebih tinggi akademik diri dari konsep gifted mahasiswa tidak mendaftarkan diri dalam suatu kehormatan program ini, bahkan setelah pengendalian untuk skor Sabtu. Tidak ada perbedaan antara kelompok
Berkaitan dengan aspirasi.


Temuan Mengenai Teori

Relatif dari Teori pencabutan relatif menunjukkan sangat selektif lingkungan harus mengarah ke bawah prestasi akademik (J. A. Davis, 1966). Temuan
Dari penelitian ini tidak mendukung hipotesa ini, sebagai
siswa berbakat yang terdaftar dalam program pujian (selektif lingkungan) telah cukup tinggi nilai rata-rata titik daripada yang siswa yang berbakat tidak terdaftar dalam program pujian (kurang selektif lingkungan). Temuan ini mendukung penelitian
Pflaum, Pascarella, dan Duby (1985), yang ditemukan pujian partisipasi sekolah untuk input akademik prestasi. Meskipun diluar lingkup studi ini, penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu dapat berkontribusi untuk prestasi akademik yang lebih tinggi di kalangan siswa berbakat yang terdaftar dalam program pujian. Siswa dengan akademis tinggi konsep diri, misalnya, biasanya juga memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi (House, 1997; Marsh & Yeung, 1997). Gifted siswa yang bergabung dengan pujian program akademik yang lebih tinggi mungkin memiliki konsep diri, yang dapat mengakibatkan prestasi akademik tinggi. Ini hubungan dibahas lebih lanjut dalam bagian berikutnya. Di Selain itu, beberapa faktor telah ditemukan untuk menjadi input
prestasi akademik yang tinggi di kalangan perguruan siswa pada umumnya, termasuk motivasi (Cote & Levine, 2000), diperkirakan upaya dalam kampus (Platt, 1988), dan SMA kelas peringkat (Baron & Frank, 1992), antara lain, yang semuanya dapatmenunjukkan tanda-tanda jasa siswa prestasi akademik tinggi.
Mengenai temuan BFLPE Berdasarkan BFLPE, akademik diri konsep siswa yang berbakat yang berpartisipasi dalam sebuah program untuk
berbakat harus lebih rendah daripada yang siswa yang berbakat tidak berpartisipasi dalam sebuah program untuk gifted (Marsh & Parker, 1984). Temuan dari studi ini dilakukan ini tidak mendukung hipotesa, sebagai siswa yang berbakat telah terdaftar dalam program yang nyata pujian akademis tinggi konsep diri daripada yang berbakat siswa yang tidak terdaftar dalam program pujian. Temuan ini dapat dijelaskan oleh reflectedglory efek (Cialdini & Richardson, 1980), dimana
siswa berbakat yang terdaftar dalam program yang berbakat "Basking tercermin dalam kemuliaan berhasil oleh orang lain semata-mata. . . bergabung dengan kelompok sosial yang bernilai tinggi " (Marsh, Kong, & Hau, 2000, hal 338). Akademik selfconcept
karena itu berdasarkan ditingkatkan menjadi anggota grup yang sangat berbakat. Lain
Artinya, siswa berbakat Mei kemampuan mereka menyadari karena mereka diterima sebagai bagian dari yang sangat dapat kelompok, yaitu program pujian. Marsh et al. (2000) dicatat bahwa tercermin kemuliaan-efek mungkin lebih menonjol
jika grup tersebut sangat dihargai dan / atau sangat terlihat. Ini Perlu dicatat bahwa meskipun penelitian mengenai tercermin kemuliaan-efek dengan siswa berbakat yang terbatas pada Marsh et al. 'S (2000) belajar remaja di Hong Kong, yang pembuatnya sadar. Penelitian di masa mendatang harus memeriksa gifted siswa persepsi dari
berbakat / pujian program, seperti yang dapat mempengaruhi persepsi
akademik mandiri konsep lebih dari sekedar keanggotaan yang berbakat / program pujian. Temuan ini juga dapat dijelaskan oleh hubungan antara konsep diri akademik dan akademik prestasi, seperti disebutkan sebelumnya. Meskipun beberapa peneliti telah mendukung gagasan yang tinggi akademik self-konsep yang diperlukan sebelum siswa dapat melakukannya baik (misalnya, Marsh & Yeung, 1997), peneliti lainnya (misalnya, Caslyn & Kenny, 1977; Garg, 1992) menemukan bahwa seorang pelajar harus terlebih dahulu dilakukan dengan baik di sekolah memiliki tinggi
akademik mandiri konsep. Ada argumen kuat untuk kedua pihak, menyatakan bahwa hubungan antara akademik prestasi akademik dan konsep diri mungkin timbal (Hamachek, 1995; House, 2000). Ini hubungan ini dibuktikan oleh meta analisis 128 studi, dimana Hansford dan Hattie (1982) ditemukan rata-rata dari ,21 korelasi antara berbagai selfmeasures dan mengukur pencapaian dan kinerja. Dalam kajian ini, maka korelasi antara prestasi akademik dan akademik sendiri adalah konsep ,33 (p <.01), yang mendukung penelitian sebelumnya di daerah ini.


Temuan Mengenai Lingkungan

Teori Tekan

Berdasarkan lingkungan teori Tekan, hubungan antara menjaring aspirasi dan harus
positif, dimana siswa yang lebih selektif dalam lingkungan harus ada aspirasi dari siswa lebih tinggi kurang selektif dalam lingkungan (Thistlethwaite & Wheeler, 1966). Hasil dari studi ini tidak mendukung hipotesa ini, sebagai berbakat/ mahasiswa dan pujian
berbakat/ nonhonors siswa tidak berbeda dengan memperhatikan aspirasi mereka. Temuan ini tidak dapat dikaitkan untuk teori relatif pencabutan though, baik, karena berbakat / pujian siswa akan menunjukkan rendah daripada aspirasi gifted / nonhonors siswa (J. A. Davis, 1966). Peneliti (misalnya, kamen, 1979) telah dicatat dalam flaws
mengukur aspirasi sebagai hanya bermaksud untuk memperoleh gelar sarjana atau profesional, seperti temuan Mei tampaknya menunjukkan bahwa siswa yang masuk kurang bergengsi karir bidang, dan mungkin hanya keinginan untuk menerima bachelor's derajat, kurang daripada yang berorientasi pada pencapaian mengejar karir yang prestisius dan bercita-cita untuk menerima lanjutan derajat. Untuk ilustrasi, "seorang perempuan dapat memilih tradisional, kurang bergengsi pekerjaan (perawatan) dan bercita-cita untuk kepemimpinan dalam bidang ini (misalnya, melakukan penelitian medis, pelatihan lanjutan perawatan siswa, atau mengelola sebuah unit perawatan intensif). Atau, "sebuah Mei perempuan memilih untuk menjadi dokter dan bekerja paruh waktu karena dia adalah prioritas keluarganya "(O'Brien, Gray, Tourajdi, & Eigenbrode, 1996, hal 3). Langkah-langkah tradisional aspirasi yang tidak akurat dapat mencerminkan perbezaan ini. Masa depan penelitian dapat manfaat Dari pemeriksaan gifted siswa aspirasi sebagai fungsi pendidikan yang baik aspirasi dan aspirasi yg dipilih karir bidang (Nauta, Epperson, & Kahn, 1998).


Keterbatasan dan Saran untuk Penelitian di masa depan

Contoh metode yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kenyamanan sampel. Meskipun banyak peneliti menerima kenyataan bahwa nonprobability sampel sangat lazim dalam penelitian ilmu sosial (Pedhazur & Schmelkin, 1991), kemampuan untuk generalisasi dari hasil kajian ini diluar lembaga yang digunakan sangat terbatas. Karena kemudahan sampel, ukuran kelompok yang tidak seimbang, seperti juga distribusi besar dan tahun di sekolah, yang lebih batas kekuatan hasilnya. Karena kebanyakan penelitian menggunakan gifted mahasiswa dilakukan di satu lembaga dengan kenyamanan sampel (Austin, 1986), yang sedang belajar harus direplikasi yang lebih sistematis dengan gaya siswa di berbagai jenis institusi dan program pujian. Berikut keterbatasan dan saran untuk penelitian harus perlu dipahami dengan sistematis untuk replikasi dari penelitian ini diketahui.


Menilai masalah dalam Mahasiswa berbakat

Siswa skor pada SATS utama adalah menentukan yang memenuhi persyaratan untuk berpartisipasi dalam program pujian di institusi ini, hampir mirip dengan pujian dalam program Amerika Serikat (Digby, 1999). Namun, para peneliti tercatat ada masalah dengan menggunakan standar tes untuk college admissions keputusan. Penggunaan yang telah SATS telah digambarkan sebagai bias terhadap African American pemohon dan pemohon dari sosial ekonomi rendah latar belakang (lihat Crouse & Trusheim, 1988) dan juga terhadap perempuan (Sheehan & Gray, 1992). Peneliti dan pendidik harus diingat bahwa beberapa gagasan siswa tidak dapat diidentifikasi sebagai berbakat berdasarkan
skor tes. Dalam pembuluh darah yang sama, yang digunakan peneliti siswa kelas
titik rata-rata sebagai satu-satunya indikator akademik prestasi. Meskipun sebagian besar digunakan dari kenyamanan, penggunaan nilai mungkin tidak indikator yang valid
pencapaian atau belajar. "Bagus nilai mungkin terkait dengan sedang tinggi prestasi juga sebagai guru dan kesesuaian dengan penampilan "dan" rendah nilai tidak harus menghindarkan kekurangan / atau terbatas kemampuan, tetapi dapat menunjukkan kurangnya motivasi atau berat penekanan oleh penilai pada prestasi non akademik faktor seperti sikap kelas atau kehadiran "(Hadaway Marek-& Schroer, 1992). Karena grading adalah suatu subyektif masalah, sulit bagi peneliti untuk mengetahui jika "B" dalam satu kelas yang sama dengan "B" di kelas lain. Selain masalah dalam menggunakan Sabtu dan skor nilai rata-rata yang berlaku sebagai indikator giftedness dan prestasi, penelitian ini terkadang dicampur tentang penggunaan sendiri dilaporkan Sabtu nilai dan kelas titik rata-rata. Beberapa peneliti telah menemukan correlations antara diri dan melaporkan Sabtu nilai sebenarnya Sabtu skor ada di berbagai ,60 dan .80 (Cassady, 2001; Goldman, menyerpih, & Matheson, 1990), dan lain (misalnya, Shepperd, 1993) sangat hati-hati terhadap menggunakan sendiri dilaporkan Sabtu skor. Berkenaan dengan selfreportednilai rata-rata titik, timbul masalah yang sama. Beberapa peneliti telahmenemukan diri dilaporkan grade titik rata-rata menjadi sangat dapat diandalkan (misalnya, Cassady, 2001), dan lain-lain (e.g., Dobbins, Farh, & Werbel,
1993) telah menemukan diri melaporkan nilai rata-rata ke titik dapat diandalkan. Catatan resmi karena tidak tersedia untuk digunakan dalam penelitian ini, hasil harus dicatat dengan kontroversi mengenai diri dilaporkan nilai diketahui.


Pra-Pendaftaran Karakteristik


Pra-pendaftaran karakteristik siswa akan diperlukan untuk memahami hubungan
antara selektivitas, prestasi akademik, akademik konsep diri, dan aspirasi. Astin (1970) menekankan pentingnya pra-pendaftaran karakteristik siswa dalam belajar dari perguruan dampak, argumentasi pra-pendaftaran karakteristik yang akan mempengaruhi pengalaman siswa dalam memilih perguruan tinggi, sementara juga sebagai nilai pada hasil pengukuran. Dalam studi ini, preenrollment karakteristik siswa yang tidak diambil ini. Karakteristik seperti itu sebagai jenis kelamin, utama bidang studi, tahun di sekolah, status sosial ekonomi, orangtua jenjang pendidikan, ras / etnis asal, harapan bagi perguruan tinggi, sekolah tinggi dan pengalaman tidak diperiksa dan kemungkinan akan mempengaruhi variabel diteliti dalam kajian ini (Astin, 1970). Terkait, seperti siswa yang mereka adalah lingkungan cenderung memiliki karakteristik yang diperlukan untuk berhasil dalam lingkungan yang sebelum mendaftar dan dikuatkan karakteristik bagi mereka setelah mendaftar. "Setelah dalam [lingkungan], orang akan cenderung didorong untuk perilaku yang tepat, nilai, sikap, dan harapan bahwa dia tertarik untuk lingkungan di tempat pertama "(Strange & banning, 2001, hal 52). Oleh karena itu, sebelum tinggi prestasi akademik akademis tinggi dan konsep diri, misalnya, dapat menarik mahasiswa berbakat untuk sebuah kehormatan college. Ini pra-pendaftaran karakteristik Mei account nanti tinggi dan prestasi akademis tinggi akademik konsep diri daripada karakteristik lingkungan itu sendiri. Penelitian di masa depan harus fokus pada alasan siswa berbakat bergabung atau memilih untuk tidak bergabung dengan pujian program ini.


Selektif Mortality

Hampir 80% dari siswa yang berpartisipasi dalam Studi yang freshmen atau sophomores yang baik kekuatan dan batasan untuk kajian ini. Hasil melakukan jelas tidak menawarkan perwakilan dari universitas pengalaman karena sebagian besar siswa masih pertama mereka 2 tahun postsecondary education.6 Namun, hal ini juga merupakan kekuatan karena persoalan selektif kematian, dimana siswa miskin dengan nilai dan / atau miskin penyesuaian putus sekolah (atau program khusus), sehingga dihasilkan hanyasiswa dengan nilai bagus dan / atau positif persepsi mereka dengan kemampuan senior tahun. Karena sebagian besar yang sedang sampel adalah mereka yang pertama dalam 2 tahun postsecondary pendidikan, itu jarang bahwa proses selektif kematian yang terjadi.



Perpanjangan Theories

Penelitian di masa mendatang harus meneliti aspek-aspek teori relatif dari pencabutan, yang BFLPE, dan lingkungan tekan teori secara lebih detail. Replikasi dari setiap teori menggunakan mahasiswa berbakat yang terlibat dalam suatu pujian program akan berguna, sebagai replikasi belum coba dengan penduduk ini. Di Selain itu, penelitian yang akan melayani untuk memperpanjang setiap teori juga perlu, seperti temuan dalam studi ini tidak dapat dijelaskan oleh teori yang sekarang. Mengukur yang tercermin kemuliaan-efek (Cialdini & Richardson, 1980) dan aspirasi dari dipilih dalam satu bidang karir (Nauta dkk., 1998) dapat membantu dalam mengembangkan yang kaya pemahaman tentang pengalaman gifted mahasiswa. Selain itu, penelitian masa depan harus meneliti hubungan antara prestasi akademik, akademik konsep diri, dan aspirasi secara lebih detail, mungkin struktural dengan menggunakan equation modeling. Meskipun lintas-kelompok studi dapat digunakan sebagai titik awal, sebuah ideal proyek akan melibatkan pendekatan longitudinal lebih tepatnya ambil pengalaman dari perguruan gifted siswa.


Kesimpulan

Hasil kajian ini menunjukkan, dalam waktu tertentu ini contoh, mahasiswa yang berbakat yang terdaftar dalam program ini signifikan pujian lebih tinggi dari prestasi akademik dan akademik diri dari konsep mahasiswa berbakat yang tidak terdaftar dalam program pujian. Kelompok ini tidak berbeda yang berkaitan dengan aspirasi.Temuan mengenai efek pada menjaring mahasiswa berbakat mungkin penting khususnya untuk beberapa populasi, termasuk tinggi Konselor sekolah dan orangtua anak-anak dan remaja berbakat. Saat membuat sekolah pilihan, gifted siswa harus dapat berpotensi didorong untuk menghadiri suatu program atau pujian lainnya selektif di program berkenaan dgn perguruan tinggi. Jika temuan Dari kajian ini memberikan indikasi apapun tentang bagaimana siswa berbakat akan melaksanakan program dalam suatu kehormatan versus besar di universitas, siswa yang berbakat akan mungkin akan lebih baik di sebuah kehormatan dari program tidak.
Catatan

1. Di akhir analisa, Davis tidak menggunakan data dari perempuan peserta karena pada saat ia percaya perempuan lebih kemungkinan untuk memasuki bidang pendidikan, seperti yang mereka karir aspirasi tidak sebanding dengan yang laki-laki.
2. Gross's (1997) belajar siswa dari Australia contradicted temuan-temuan.
3. Keterbatasan dalam hal tersebut akan dibahas dalam artikel nanti.
4. Para pelajar yang tidak terdaftar dalam program pujian. Dengan kata lain, mereka tidak "putus" dari program pujian.
5. Freshman telah dikeluarkan dari analisa ini (n = 118) karena pada saat pengumpulan data (bulan pertama yang jatuh semester), mahasiswa ini belum ada titik nilai rata-rata.Yang berbakat / pujian grup terdiri dari 132 siswa dan
berbakat/ nonhonors grup terdiri dari 44 siswa.
6. Untuk pemeriksaan pujian dari tahun oleh siswa di sekolah, lihat Rinn (di tekan).

Contextual Teaching and Learning

BAB I
Contextual Teaching And Learning

Mengapa Menggunakan CTL ?
CTL: Berakar pada Sebuah Pandangan Baru
Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah topik hangat dalam dunia pendidikan saat ini. Anehnya, sejauh ini tidak ada panduan menyeluruh mengenai CTL yang menjelaskan tepat apa CTL dan mengapa metode itu berhasil. Penting sekali bagi para pendukung dan praktisi CTL untuk menetapkan definisi CTL yang diterima secara universal, menyetujui ciri khasnya, asalnya, dan keberhasilan nya. Jika dipahami dan dilaksanakan secara tepat, CTL memiliki potensi untuk menjadi lebih dari sekadar noktah pada layar praktik di ruang kelas. CTL menawarkan jalan menuju keunggulan akademis yang dapat diikuti oleh semua siswa. Hal itu bisa terjadi karena CTL sesuai dengan cara kerja otak dan prinsip-prinsip yang menyokong sistem kehidupan. Penemuan-penemuan terbaru dalam ilmu pengetahuan modern tentang otak, dan prinsip-prinsip dasar tertentu yang menyokong semua sistem kehidupan dan keseluruhan alam semesta, menjadi dasar bagi pembelajaran dan pengajaran kontekstual.

Penting bagi kita untuk melihat bagaimana cara pandang baru, yang muncul dari ilmu pengetahuan, mengubah sikap kita tentang pendidikan. Pendidikan tradisional menekankan penguasaan dan manipulasi isi. Para siswa mengafalkan fakta, angka, nama, tanggal, tempat, dan kejadian; mempelajari mata pelajaran secara terpisah satu sama lain; dan berlatih dengan cara yang sama untuk memperoleh kemampuan dasar menulis dan berhitung. Kita beranggapan bahwa jika siswa berkonsentrasi hanya untuk menguasai isi, mereka pasti memperoleh informasi mendasar tentang subjek yang mereka pelajari. Anggapan ini dapat dimengerti jika kita mempertimbangkan pandangan yang kita warisi dari ilmu pengetahuan abad ke-18 yang mendominasi pemikiran Barat sampai saat ini. Menurut pandangan ala Newton tersebut, tugas kita adalah memandang keseluruhan sebagai tidak lebih dari jumlah bagian-bagiannya yang terpisah dan berdiri sendiri. Ilmu biologi dan fisika modern telah mengubah cara pandang tersebut. Penemuan ilmiah terbaru saat ini memberi tahu kita bahwa justru hubungan antara bagian-bagian tersebutlah-yaitu konteksnya-yang memberikan makna.

Ahli fisika teoritis dan kosmolog matematikal, Brian Swimme, beserta rekannya, Thomas Berry, menekankan pola hubungan ini dengan mengatakan, ” Ada berarti berhubungan karena hubungan adalah inti dari keberadaan. Setiap partikel di alam semesta terhubung dengan partikel lain di dalam semesta .... Keterasingan sebuah partikel adalah kemustahilan teoritis. Demikian juga dengan galaksi-galaksi, hubungan adalah fakta keberadaan. Setiap galaksi secara langsung terhubung dengan ratusan miliar galaksi alam semesta .... Tidak satu benda pun berdiri sendiri tanpa adanya yang lain ” (Swimme & Berry, 1992, h. 77).
Tidak ada kemandirian di alam. Alam adalah kesaling bergantungan; alam terbentuk dari banyak sekali pola hubungan. Jadi, kata konteks dipahami sebagai pola hubungan-hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang.

Dipengaruhi oleh pandangan ilmiah baru abad-20 yang beranggapan bahwa kenyataan ada dalam hubungan-hubungan, yang melihat bahwa suatu kesatuan melebihi jumlah dari bagian-bagiannya, para pendidik sekarang merasa perlu berpikir ulang tentang cara kita mengajar.

Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para siswa melihat makna di dalam tugas sekolah. Ketika para siswa menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna.
Penemuan makna adalah ciri utama dari CTL. Di dalam kamus, ”makna” diartikan sebagai ” arti penting dari sesuatu atau maksud ” (sesuai dengan terjemahan dari Webster’s New World Dictionary, 1968). Ketika diminta untuk mempelajari sesuatu yang tak bermakna, para siswa biasanya bertanya, ” Mengapa kami harus mempelajari ini? ” Wajar sekali jika mereka mencari makna, arti penting dan maksud, serta manfaat dari tugas sekolah yang mereka terima.

Ilmu saraf memastikan adanya kebutuhan otak untuk menemukan makna. Otak berusaha memberi arti bagi suatu informasi baru dengan cara menghubungkannya dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada. Ketika kita diminta melakukan sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya, saat itu juga kita mencoba mengingat kembali apakah kita pernah mengalami sesuatu yang serupa.
Karena otak terus menerus mencari makna dan menyimpan hal-hal yang bermakna, proses mengajar harus melibatkan para siswa dalam pencarian makna. Proses mengajar harus memungkinkan para siswa memahami arti pelajaran yang mereka pelajari. Seperti yang dikatakan filsuf terkenal, Alfred North Whitehed, ” Si anak harus menjadikannya (ide-ide tersebut) milik mereka, dan harus mengerti penerapannya dalam situasi kehidupan nyata mereka pada saat yang sama ” (Whitehead, 1929a/1967, h. 2).
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual meminta para siswa melakukan hal itu. Karena CTL mengajak para siswa membuat hubungan-hubungan yang mengungkapkan makna, CTL memiliki potensi untuk membuat para siswa berminat belajar, dan seperti yang dikatakan Whitehead, ” Tidak akan ada perkembangan mental tanpa adanya minat. Minat adalah dasar dari perhatian dan pemahaman ” (Whitehead, 1929b/1967, h. 31).

Keterbatasan Pendidikan Tradisional
Pendidikan tradisional tidak berhasil untuk para siswa karena berbagai alasan. Alasan-alasan ini bermula dari pandangan yang populer pada abad ke-18 dan bahkan sampai sekarang masih memengaruhi pengukuran umum. Pandangan abad ke-18 dan bahkan sampai sekarang masih memengaruhi pemikiran umum. Pandangan abad-18 itu melihat bahwa kenyataan terdiri dari objek-objek yang bebas. Pandangan baru yang dikembangkan oleh ilmu pengetahuan modern melihat kenyataan sebaliknya, yaitu kenyataan timbul dari kesaling-terhubungan antar objek. Dari hubungan-hubungan tersebut terciptalah kenyataan. Bisa dikatakan, hubungan-hubungan adalah kenyataan. Bisa dikatakan, hubungan-hubungan dalam pengalaman manusia (Capra, 1996; Johnson & Broms, 2000; Zukav, 1979).

Tanpa menyadari pandangan modern in, para ekonom pada 1950-an mengajukan teori ”ekonomi skala (economy of scale)”, yang besar akan ”lebih hemat”. Sekolah-sekolah menengah dan tingkat atas saat ini yang mirip pabrik ini telah membuktikan dampak merusak dari organisasi-organisasi besar impersonal terhadap jiwa manusia, yaitu justru mengisolasi orang, bukan menghubungkan mereka. Sekolah-sekolah impersonal membuat para siswa merasa gamang, diabaikan, diasingkan, dan bingung. Hanya anak-anak yang memiliki kemampuan sosial tinggi yang mampu bertahan dalam suasana dingin sekolah-sekolah besar di mana dibutuhkan usaha keras untuk membangun hubungan yang berarti dengan guru dan teman. Bagi kebanyakan siswa, sekolah menengah adalah tempat yang mematikan semangat dan ingin sekali mereka tinggalkan.
Siswa keluar dari sekolah bukan hanya karena mereka merasa diabaikan dan kesepian, melainkan juga karena sekolah mengecap mereka ”lambat” dan menyisihkan mereka-”mereka dijerumuskan”-ke kelas-kelas yang tanpa tujuan. Seorang mahasiswa perguruan tinggi umum menuliskan pengalamannya dijuruskan di sekolah tingkat atas: ” Saya dimasukkan ke kelas yang lebih rendah. Beberapa guru saya membuat kami merasa bahwa kami berada di sana hanya supaya lulus, bukan untuk belajar sesuatu. Bahkan guru bahasaku pada tahun terakhir mengatakan bahwa kelasnya itu hanyalah untuk siswa-siswa yang tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, dan ini sangat tidak membantu sikapku terhadap bahasa Inggris. Namun lihat, saya sekarang mengambil kelas menulis di perguruan tinggi ” (Anon., n.d.).
Walaupun siswa ini bertahan, kebanyakan remaja menerima saja cap sekolah terhadap mereka sebagai orang yang tidak cakap atau tidak mampu. Mereka kehilangan harapan dan menyerah. Akibat penjurusan ini, para siswa kwhilangan sasaran akademis mereka yang penting, dan kehilangan kesempatan menemukan minat dan bakat mereka.
Situasi lain juga tidak membantu. Biasanya para pengajar terlalu sibuk mengajar kelas-kelas sepanjang hari hingga mereka tidak memiliki waktu untuk mengenal, atau bahkan berbicara kepada setiap mahasiswa. Tambahan lagi, karena di dalam sistem tradisional kelas-kelas biasanya hanya berlangsung selama 47 sampai 50 menit, mereka tidak memberi waktu bagi mahasiswa untuk bertanya, berdiskusi, mencari tahu, berpikir kritis, atau terlibat dalam proyek kerja nyata dan pemecahan masalah. Waktu mahasiswa hanya dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pengajar, dan menyelesaikan latihan-latihan yang membosankan. Alih-alih mengikuti ujian yang bisa mengungkapkan pemahaman mahasiswa, mereka hanya mengikuti ujian-ujian yang mengukur kemampuan mahasiswa menghafalkan fakta.
Asal Mula CTL : Sebuah Gerakan Akar Rumput
Jika dipahami dan dilaksanakan dengan benar,CTL memiliki kemampuan untuk memperbaiki beberap kekurangan yang paling serius dalam pendidikan tradisional.kekurangan-kekurangan ini telah digambarkan dalam berbgai laporan pemerintah selama lebih dari 15 tahun.Desakan yang juat untuk reformasi yang disuarakan pada 1983 dalm sebuah makalah, A Nation at Riek:The Lmperstive for educational Reform (Negara dalam bahaya :perlunya dilakukan reformasi pendidikan),lantas diikuti oleh pertemuan tingkat tinggi mengenai pendidikan pada 1989 di Charlottesville,virginia, yang dihadiri oleh para gubernur negara bagian dan Presiden Amerika Serikat.mereka yyang menghadiri pertemuan tersebut menginginkan sasaran-sasadan nasional harus telah dicapai pada tahun 2000.sasaran yang harus telah dicapai pada tahun 2000 itu,antara lain:
 Semua anak di Amerika Serikat akan memulai sekolah dalam keadaansiap belajar.
 Tingkat kelulusan sekolah menengah atas akan meningkat hingga setidaknya 90%
 Siswa-siswa Amerika akan lulus dari kelas 4,8,dan 12 setelah menunjukan prestasi menonjol dalam pelajaran-pelajaran yang menantang termasuk bahasa inggris,matematika,ilmu pengetahuan,sejarah dan geografi ; dan setiap sekolah di Amerika akan menjamin seua siswa belajar menggunakan pikirannya dengan baik untuk mempersiapkan diri menjadi warga negara yang bertanggung jawab,untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya,dan agar bisa menjadi pekeraja produktif di dalam ekonomi modern.
 Siswa Amerika akan menjadi yang terunggul di dunia dalam prestasi ilmu pengeyahuan dan matematika.
 Semua orang dewasa Amerika akan bisa baca tulis dan akan memiliki pemgetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk bersaing di dalam ekonomi global dan menjalankan hak serta tanggung jawab kewarganegaraan.
 Semua sekolah di Amerika akan bebas narkoba dan bebas kekerasan,serta akan memberikan lingkungan penuh disiplin yang kondusif untuk belajar.
Pada 1990-an, commission on the skils of the american workforce mendesak pencapaian keunggulan yang dituangkan dalam America‘s choice: high skils or law wage (pilihan America : keterampilan tinggi atau gaji rendah) antara 1991 dan 1993, secretary of labors’commission on achieving necessary skills (SCANS) mengeluarkan 4 laporan yang berpengaruh, salah satunya adalah learning a living : a blueprint for high performance. Laporan ini menganjurkan diselenggarakannya reformasi yang langsung disambut oleh para pendidik.
Sebagai tambahan bagi laporan-laporan pemerintah itu, beberapa buku diterbitkan untuk mendesak para pendidik menggantikan metode yang sudah biasa mereka terapkan dengan tujuan dan strategi yang baru. Diantara yang paling berpengaruh adalah buku karya Theodore B. Sizer berjudul Horace’s Compromise : The Dilemma of American High School (1984) ; Dale Parnell, The Neglected Majority (1985); Dan Hull dan Dale Parnell (editor), Tech Prep/Associate Degree: A Win/Win experience (1991); dan Dan Hull, Opening Minds, Opening Doors: The Rebirth of American Education (1993). Tema yang dominant dikumandangkan di dalam buku-buku dan laporan-laporan tersebut, suatu tema yang harus menjadi perhatian masyarakat demokratis, yaitu bahwa semua siswa-tidak hanya mereka yang mengikuti kuliah 4 tahun di perguruan tinggi-layak mendapatkan pendidikan yang berkualitas
Gerakan Tech Prep menegaskan bahwa semua siswa, bukan hanya yang mengikuti 4 tahun pendidikan di perguruan tinggi, harus bisa-tidak hanya mempelajari materi-materi akademis yang maju tetapi juga mencapai standard akademis yang tinggi.
Tujuan program tersebut agar siswa sekolah menengah atas mencapai standard akademik yang tinggi. Setiap siswa berhak untuk mempelajari tidak hanya keterampilan, tetapi juga materi akademis.
Kata ”konteks” dalam imbauan SCANS di atas menghasilkan terminologi pembelajaran kontekstual. Kata kontekstual kemudian secara alami menggantikan kata ”terapan” karena ”terapan” terlalu sempit untuk mencakup inovasi mengejutkan yang dicapai oleh gerakan reformasi akar rumput ini kontekstual yang lebih menyeluruh-di dalam konteks-menyatakan kesaling-terhubungan. Segala sesuatu terhubung, termasuk gagasan-gagasan dan tindakan.kontekstual juga mengarahkan pemikiran kita pada pengalaman. Ketika gagasan dialami, digunakan di dalam konteks, mereka memiliki makna desakan SCANS agar dunia pendidikan menggunakan CTL yang selalu digaungkan bersama komunitas politeknik, mulai diterima oleh mereka yang mengajarkan materi akademk. Secara naluriah para pendidik tahu bahwa adalah wajar mengajarkan peljaran-pelajaran abstrak seperti matematika dan kimia dengan memberi mereka tugas-tugas praktik dan yang ada di alam nyata. Para siswa yang mengikuti program, misalnya otomotif dan teknik mesin, selalu bisa menguasai keterampilan-keterampilan teknis melalui pembelajaran praktik langsung. Sekarang, pesan-pesan SCANS dan Tech Prep mendesak agar keterampilan-keterampilan akademis juga diajarkan cara yang sama. Untuk mencoba CTL dan gagasan-gagasan Tech Prep, para instruktur kejuruan teknik dan akademis bergabung untuk memadukan mata pelajaran politeknik dan akademik. Akhirnya, para guru ilmu pengetahuan alam bahasa inggris dan matematika merevisi ajaran-ajaran mereka untuk menghubungkannya dan bakat para siswa politeknik.
Tidak lama kemudian, sekolah-sekolah mulai menerapkan pengajaran dalam konteks. Jurusan yang mengarah ke bidang akademik dan bidang pekerjaan mulai muncul di sekolah-sekolah kecil maupun besar di seluruh negeri. Penjadwalan mulai diatur untuk memberikan para siswa waktu ”Learning by Doing” dan menerapkan pelajaran-pelajaran ke dalam kehidupan sehari-hari. Kelas-kelas interdisipliner dan terpadu membntu para siswa untuk menghubungkan pelajaran-pelajaran yang sepertinya terpisah. Dibandingkan dengan masa lalu, sekarang para pelaku bisnis, industri dan organisasi-organisasi nirlaba lebih sering memulai bekerjasama dengan sekolah-sekolah.
Kemitraan yang memungkinkan para siswa menerapkan pelajaran akademis ke dalam tempat kerja; pelajaran-pelajaran yang mengaitkan tugas sekolah dengan pengalaman sehari-hari; restrukturisasi : Learning by doing-semua kegiatan ini menunjukan kekuatan dari pesan pokok CTL. Pesan pokok itu adalah bahwa ”Learning by Doing” menyebabkan kita membuat keterkaitan-keterkaitan yang menghasilkan makna, dan ketika kita melihat makna, kita menyerap dan menguasai pengetahuan dan keterampilan.
CTL: Sebuah Sistem yang Cocok dengan Otak
Otak orang dewasa yang sehat berbobot sekitar 1.5 kg, memiliki kekentalan seperti bubur sumsum yang padat, berukuran 2 kepalan tangan yang ditempelkan pada tulang-tulang jarinya dan cukup kecil untuk dapat dipegang diatas satu telapak tangan. Walaupun saraf-saraf didalam otak orang dewasa yang sehat terus membuat sambungan-sambungan sampai saat kematian, otak tersebut membuat sambungan dengan kecepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dilakukan saraf pada otak anak kecil. Otak seorang anak membuat sambungan-sambungan saraf dengan kecepatan yang luar biasa. Kapasitas yang luar biasa pada otak anak-anak dalam membuat sambungan yang sangat banyak berarti bahwa belajar seharusnya adalah urusan pada masa anak-anak dan bahwa sekolah-sekolah harus menyediakan lingkungan belajar yang kaya bagi anak-anak, yang membantu otak mereka menjadi kuat dan cepat. Sebuah sel saraf hanya memiliki sebuah akson. Akson yang berbentuk serat panjang kuat yang memanjang dari badan sel dan membawa sinyal elektrokimia keluar menuju dendrit sel yang lain bertugas menghubungkan bagian otak. Penelitian mengenai otak memberitahu kita bahwa pengaruh lingkungan lebih besar dari yang kita bayangkan. Otak seorang anak yang menghabiskan banyak waktu untuk menonton televisi sangat berbeda strukturnya dengan otak anak yang sering berbicara dengan orang dewasa. Wilayah-wilayah otak yang berbeda juga mempengaruhi bahasa. Saraf mendengar, berbicara, menggapai, menulis, yang letaknya terpisah, bekerjasama untuk memungkinkan terjadinya komunikasi bahasa.
Kenyataan-kenyataan ini telah memberikan pengaruh yang besar terhadap pengajaran. Ketika para guru merancang pelajaran yang menarik perhatian ke5 panca indera. Setiap indera tersebut dapat membawapelajaran tersebut ke wilayah otak tersebut yang sesuai. Strategi mengajar ini meningkatkan kemungkinan para siswa dapat menerima pelajaran tersebut. Kegiatan-kegiatan penting seperti mempersiapkan tugas, memecahkan permasalahan nyata, melakukan wawancara, membuat grafik, dan merancang pfresentasi multimedia akan menempatkan para siswa di dalam lingkungan belajar yang kaya, yang memiliki potensi untuk menarik perhatian semua panca indera, serta cocok untuk beragam gaya beljar dan membangkitkan banyak minat. Supaya informasi dapat disimpan,informasi tersebut harus berjalan dari memori jangka pendek aktif menuju memori jangka panjang. Memori (jangka penjek menentukan apakah akan membuang sampah 90% dari informasi yang diterimanya selang 24 jam terakhir atau meneruskan pengetahuan itu ke memori jangka panjang. Tugas para guru adalah membantu para siswa mengirimkan informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Pengiriman seperti itu dapat terjadi jika otak mengerti apa yang dipelajarinya. Hal itu pasti akan terjadi,seperti yang kita liat sebelumnya, jika otak menemukan makna didalam hal yang dipelajarinya.
Mengerti informasi mungkin cukup untuk menempatkannya didalam jangka panjang. Namun, kita dapat mengerti alur dari sebuah novel misteri dan kemudian melupakannya setelh kita selesai membaca buku tersebut. Kita melupakan alurnya karena itu tidak penting buat kita, namun jika otak menyusun suatu pola yang menyatakan bahwa alur tersebut penting, kita pasti kan mengingatnya.

BAB 2
MENGAPA CTL BERHASIL: SEBUAH DEFINISI

Sistem CTL berhasil karena system ini meminta siswa bertindak dengan cara yang alami.cara itu sesuai dengan fungsi otak,psikologi dasar manusia,dan prinsip alam semesta yang ditemukan para fisikawan dan ahli biologi modern.prinsip-prinsip tersebut adalah kesalingtergantungan,diferensiasi,dan pengaturan diri sendiri.

DEFINISI CTL
CTL adalah sebuah sistem yang menyeluruh.CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung.jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain,maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah.seperti halnya biola,cello,clarinet,dan alat musik lain didalam sebuah orkestra yang menghasilkan bunyi yang berbeda-beda yang secara bersama-sama menghasilkan musik,demikian juga bagian-bagian CTL yang terpisah malibatkan proses-proses yang berbeda,yang ketika digunakan secara bersama-sama,memampukan para siswa memebuat hubungan yang menghasilkan makna .setiap bagian CTL yang berbeda-beda ini memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah.secara bersama-sama,mereka membentuk suatu system yang memungkinkan para siswa melihat makna di dalamnya,dan mengingat materi akademik.

Sistem CTL: Delapan Komponen
1. membuat keterkaitan-keterkaitan yang berrmakna
2. melakukan pekerjaan yang berarti
3. melakukan pembelajaran yang dilakukan sendiri
4. bekerja sama
5. berpikir kritis dan kreatif
6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
7. mencapai standar yang tinggi
8. menggunakan penilaian yang otentik
pembelajaran dan pengajaran kontekstual memberikan dua pertanyaan penting bagi para siswa: “ konteks-konteks apakah yang tepat untuk dicari oleh manusia?” dan “langkah –langkah kreatif apakah yang harus saya ambil untuk membentuk dan memberi makna pada kontekd?”

Tantangan dari kesaling bergantungan,diferensiasi,dan pengaturan diri bagi para pendidik
Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwwa alam semesta itu hidup,tidak diam,dan bahwa alam semesta ditopang oleh tiga prinsip kesaling bergantungan,diferensiasi,dan organisasi diri,harus memeluk pandangan dan cara berpikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.jika alam semesta maemang bekerja seperti yang dikatakan para ilmuan, tentunya para guru harus bertanya ketika dia memasuki ruangan kelas:”haruskah saya mengajar siswa saya dengan cara yang mencerminkan prinsip-prinsip universal itu?”adalah mungkin untuk melakukannya,seperti telah kita lihat,dengan menggunakan system CTL.
 CTL mencerminkan prinsipkessaling-bergantungan.kesaling tergantungan mewujudkan diri,misalnya ketika para siswa bergvabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya.hal ini tampak jelad ketika subjek yang berbeda dihubungkan,dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
 CTL mencerminkan prinsip diferensiasi.diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing,untuk menghormati perbedaan-perbedaan,untuk menjadi kreatif,untuk bekerja sama,untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda,dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
 Mencerminkan prinsip pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinngi, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.

Ilmu fisika kuantum modern,kosmologi,dan biologi telah menemukan tiga prinsip yang memberikan pandangan baru pada kita.prinsip-prinsip tersebut adalah kesaling bergantungandiferensiasi,dan pengorganisasian diri,yang menunjukan bahwa alam semesta sama sekali tidak diam dan mati,tetapiu hidup dan dinamis.prinsip kesailng bergantungan membuat hubungan-hubungan menjadi mungkin.segala sesuatunya adalah bagian dari suatu jaringan hubungan.prinsip diferensiasi mewujudkan keunikan dan keberagaman yang tak terbatas.segala yang beragam itu menciptakan ragam baru melalui pembentukan hubungan-hubungan yang baru dialam semesta.prinsip pengorganisasian diri menganugerahi setiap entitas dengan kepribadiannya,kesadarannya tentang dirinya,dan potensi untuk melanggengkan dirinya dan menjadi dirinya.keterkaitan prinsip-prinsip ppengorganisasian diri,kesaling bergantungan,dan diferensiasi menjaga ketenangan,keseimbangan,dan keberadaan system kehidupan alam semesta.
Karena organisasi manusia sendiri adalah system yang hidup,mereka juga memperoleh keuntungan jika mereka bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip alam.sayangnya, organisasi yang dibangun oleh manusia cenderung mengedepankan isolasi,bukan hubungan,cenderung memaksakan keseragaman,bukan keunikan,dan cenderung menghargai kesamaan,bukan keragaman.para pemimpin kebanyakan sekarang diarahkan untuk menghasilkan keuntungan tak terbatas.usaha kearah itu menghancurkan mereka.pencarian itu juga melahap kehidupan pegawainya yang bekerja sendirian.mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah ditemuka n di pabrik-pabrik kaca dan baja yang bersifat impersonal,dimana orang tidak didorong untuk merenungkan sesuatu ataupun untuk bercakap-cakap.banyak politisi dan pemimpin bisnis yangberpendapt bahwa dunia bisnis menawarkan sebuah model pendidikan yang baik,mendukung sekolah-sekolah otoriter yang tidak alami,luas,dan tidak bersifat pribadi,daripada sekolah-sekolah yang sesuai dengan proses alam.namun,kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh sekolah tradisional tidak akan terhapus dengan cara mengubah sekolah-sekolah menjadi pabrik.seperti yang diserukan oleh para pendidik dengan sepenuh tenaga dan hati,progran-program,kebijakan,dan metode mengajar semuanya harus dipilirkan ulang dan diubah.mereka yang percaya kepada tiga prinsip universal yang ditemukan oleh para ahli fisika dan ahli biologi,dan mereka yang menerima penemuan-penemuan ilmu saraf dan psikologi akan mendapati bahwa system CTL sangat membantu.CTL membantu para siswa menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka.mereka membuat hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan pembelajaran yang diatur sendiri,bekerja sama,berpikir kritis, dan kreatif,menghargai orang lain,mencapai standar tinggi,dan berperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik.dengan didasari secara kuat oleh ilmu pengetahuan,psikologi,dan penelitian mengenai otak,komponen-komponen system CTL menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru yang menggairahkan bagi para guru yang inovatif.

BAB 3
CTL dan TAG: Sistem yang cocok untuk semua orang

Table dibawah ini menunjukan bahwa unsue-unsue CTL sebenarnya sam dengan unsureyang digunakan selama bertahun-tahun dalam program untuk anak berbakat atau (TAG).kita seharusnya tidak perlu terkejut bahwa CTLdan TAG,walaupun terpisah,sama-sama telah membuka jalur menuju keunggulan akademik.jalur yang tepat untuk anak yang sangat berbakat adalah jalur yang tepat untuk semua anak.dengan menerapkan komponen-komponen yang da di bab ini secara bersama-sama,semua anak akan terbantu untuk mencapai standar pendidkan yanag tinggi.
Tampak jelas sekali bahwa praktik menghubungkan muatan akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari memperoleh kekuatan dari hubungannya dengan bagian-badian lain dari sistem CTL.bagaimanapun membangun hubungan itu sendiri sangat penting untuk menemukan makna.kekuatan dari strategi tunggal ini sebagian timbul dari kesesuaiannya denga fungsi otak dan tiga prinsip utama yang meliputi semua system kehidupan,termasuk manusia dan organisasinya.

Tabel siswa CTL dan TAG

CTL didesain untuk membantu semua anak belajar materi akademik yang sangat berat.komponen dari system ini sebenarnya sama dengan komponen yang dikembangkan satu dekase yang lalu untuk mengajar anak-anak dalam program anak berbakat.menarik sekali bahwa Ellen Winner seorang ahli dalam mendidik anak-anak berbakat,merekomendasikan agar menggunakan strategi mengajar yang terbukti telah berhasil baik untuk anak berbakat di semua tingkat kelas.seperti yang ditunjukan pada kolom berikut,penggunaan strategi TAG mirip dengan penggunaan komponen CTL.bahkan,strategi yang digunakan dalam TAG adalah terjemahan yang sempurna dari komponen CTL.kesamaan yang sangat mencolok tersebut menunjukan bahwa cara mengajar yang baik akan bisa berlaku untuk semua anak,dan cara itu mencakup semua strategi dibawah ini.

KOMPONEN CTL
Para siswa akan
STRATEGI TAG
Para siswa akan
Menjadi siswa yang dapat mengtur diri sendiri dan aktif sehingga dapat mengembangkan minat individu,mampu bekerja sendiri atau dalm kelompok.
Belajar lewat praktik. Menjadi pelajar yang dapat mengatur diri sendiri yang bekerjamencapai tujuan yang menarik minat mereka.memperoleh keterampilan akdemik melalui kegiatan langsung.
Membangun keterkaitan antara sekolah dan konteks kehidupan nyata seperti bisnis dan lembaga masyarakat. Mengjak belajar diluar ruang kelas.memanfaatkan sumber daya masyarakat untuk mempelajari materi akademik.bagai contoh,KKN,aktivitas budaya,ekspedisi petualangan.
Melakukan pekerjaan yang berarti; pekerjaan yang memiliki tujuan,berguna untuk orang lain,yang melibatkan proses menentukan pilihan,dan menghasilkan produk,nyata atau tidak nyata. Mempelajari persoalan-persoalan controversial,menyelidiki masalah –masalah yang berarti,menyelesaikan proyek kemasyarakatan.

Menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang kreatif dan kritis;menganalsis,melakukan sintesis,memecahkan masalah,membuat keputuan,menggunakan ligika dan bukti. berpikir kreatif:menciptakan perbaikan pada produk yang sudah ada,mengembangkan produk baru,melontarkan pertanyaan bagus,mengambil resiko,bersikap fleksibel,dan berpikiran terbuka.
Berpikr kritis: mengisentifikasi asumsi-asumsi,menyelesaikan masalah,berpikir secara sistematis.
Bekerja sama;membantu siswa bekerja dengan efktif dalam kelompok;membantu mereka memahami bahwa apa yang mereka lakukan mempengaruhi orang lain;membantu mereka berkomunikasa dengan orang lain. Dengan teman sebaya,dan dengan orang dewasa.belajar berkomunikasi yang baik dengan orang lain.
Mengenali dan mencapai standar tinggi:mengidentifikasi tujuan yang jelas dan memotivasi siswa untuk mencapainya.menunjukkan kepada merek cara untuk mencapai keberhasilan. Mendorong anak muda untuk mencapai yang terbaik dalam mengembangkan bakat dan minat.memotivasi mereka untuk bekerja kera,tahan banting,penuh konsentrasi,dan mampu mendorong mereka sendiri.

Kita hidup harmonis dengan alam saat kita bertanya,”apa kaitan aljabar dengan membangun sebuah rumah untuk fakir miskin?

Untuk membantu otak anak-anak menjadi lebih kuat,kita butuh mengajak otak tersebut untuk membangun berbagai kaitan sehingga otak tersebut dapat menyusun pola yang menghasilkan makna.

Cara Mengaitkan Pengajaran dan Pembelajaran, Disertai contoh-contoh

Banyak cara efektif untuk mengaitkan pengajaran dan pembelajaran dengan konteks situasi sehari-hari siswa.oleh sebab itu,diskusi dibawah ini perlu menyoroti metode yang paling efektif untuk menyatukan isi akademik dan konteks pengalaman pribadi siswa.ada enam metode disini:
1. ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan konteks siswa.
2. memasukkan materi dari bidang lain dalam kelas.
3. mata pelajaran yang tetap terpisah,tetapi mencakup topik-topik yang saling berhubungan.
4. mata pelajaran gabungan yang menyatukan dua atau lebih disiplin.
5. mengabungkan sekolah dengan pekerjaan:
I. pembelajaran berbasis pekerjaan
II. jalur karier
III. pengalaman kerja berbasis sekolah
6. model kulish kerja nyata atau penerapan trhadap hal-hal yang dipelajari sekolah ke masyarakat.
Bisa dikatakan bahwa pengaitan yang paling ampuh adalah pengitan yang mengundang siswa untuk membuat pilihan,meneima tanggung jawab,dan memberkan hasil yang penting bagi orang lain.
1.Ruang Kelas Tradisional
Guru adalah pemimpin druang kelas.sebagai pemimpin,guru disebuah ruang kelas tradisional dapat menghubungkan informasi bru dengan kehidupan siswa melalui banyak siswa yang penuh dengan makna.tanpa mengetahui ilmu pengetahuan atau ilmu mengenai saraf yang mendukung praktik semacam ini,guru-guru yang berdedikasi ini selalu mengisi mata pelajaran mereka dengan makna,dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan.kegiatan menghasilkan sebagai komponen CTL sudah teruji oleh waktu.mendiang DR.Elizabeth Marie Pope,guru bahasa di Mills College,di Oakland,California,memberikan contoh yang sempurna tentang pengaitan isi pendidikan dengan konteks dari pengalaman siswa di ruang kelas tradisional.DR.Pope berhasil menghubungkan kesusastrahan dengan kehidupan mahasiswa.dia menunjukkan kepada para mahasiswanya bahwa sastrawan –sastrawan besar,seperti shakespeare dan milton,mengajak mereka untuk berpikir dengan hati-hati tentang bagaimana mereka menilai orang lain,membuat keputusan melawan tekanan dari teman sebaya menghadapi penghinaan mempergunakan kekuatan, melatih kasih sayang, dan mempertahankan integritas. Dia menunjukkan kepada mahasiswanya bahwa drama dan puisi Shakespeare dan Milton menghubungkan masa sekarang, saat kuliah diberikan, dengan duania modern.
Untuk menjadi seorang ahli yang mampu membagi pengetahuan mereka, mereka menghabiskan berjam-jam untuk membaca dengan cermat, kritis, dan kreatif. Mereka mencari untuk memutuskan dibagian cerita mana topik mereka muncul dan mereka juga harus mencari bagaimana pandangan pengarang mengenai tema, penggambaran, atau kiasan klasik yang menjadi tanggung jawab mereka. Mereka juga harus menjelaskan bagaimana topik mereka berhubungan dengan masa sekarang. Jika seorang mahasiswa terlihat tidak pasti selama dikelas, mahasiswa yang lain ramai-ramai membantu. Tujuannya adalah untuk belajar dan mendorong kerja sama. Kelas menjadi lingkungan yag saling mendidik.
Seperti yang ditunjukkan dari contoh-contoh Elizabeth Pope diatas, guru-guru berbakat menghubungkan isi dengan konteks dengan cara yang tak terhitung, bergantung pada tujuan belajar mereka dan siswa mereka. Beberapa pendekatan yang terkenal antara lain adalah mengundang tam pembicara yang ahli; meminta pemimpin perusahaan untuk menjelaskan kepada kelas bagaimana perusahaan mereka menggunakan keterampilan berupa menulis, berbicara dan mendengarkan; memberikan waktu kepada siswa untuk mengajar dengan menceritakan pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri; mengolah masalah-masalah matematika; bahasa inggris, ilmu pengetahuan yang diambil dari bisnis lokal; mengajar materi yang sama dengan cara yang dapat diterima oleh ragam kecerdasan dan gaya belajar yang berbeda; dan melakukan simulasi. Guru juga membantu murid-murid berkembang dengan menyibukkan mereka dalam tugas-tugas yang mendorong mereka yang berhubungan dengan masyarakat. Contoh-contoh berikut menunjukkan beraneka macam cara yang dilakukan oleh guru-guru dikelas untuk menghubugkan mata pelajaran akademik dengan konteks siswa itu sendiri. Mereka menunjukan pengaitan-pengaitan yang dilakukan dalam CTL cocok diterapkan mulai dari sekolah dasar hingga universitas.
Contoh-contoh pengaitan dalam CTL dikelas:
seorang guru ilmu pengetahuan di sekolah menengah, meminta tim yang terdiri dari dua siswa secara bergiliran untuk menentukan pembicara tamu mana yang bersedia menjelaskan topik yang sedang mereka pelajari. Siswa ang mendapatkan giliran untuk mencari pembicara tamu harus menelepon pembicara tersebut, menentukan tanggalnya, menyambut pembicara tersebut dipintu sekolah pada hari H, dan menulis ucapan terima kasih sesudah acara selesai.
Para siswa kelas sembilan memilih satu episode dari Odyssey yang mereka senangi dan menuliskannya kembali dalam bentuk sandiwara boneka untuk anak-anak sekolah dasar. Mereka membuat dan mendesain boneka-boneka dan mempertunjukkan sandiwara boneka mereka didepan siswa.
Disebuah kelas sejarah dunia yang diajar oleh Laura Snow, di Pensacola, Florida, para siswa memilih salah satu kota dan mereka harus menbuat sebuah brosur perjalanan untuk kota tersebut. Mereka harus bahwa brosur perjalana tersebut dipublikasikan pada tahun 1600 oleh Kadin dikota tersebut. Kota-kota yang bisa mereka pilih, misalnya Paris, Berlin, Leipzig, Moscow, Seville, dan Mian. Brosur yang mereka buat menggambarkan dan memperlihatkan berbagaimacam atraksi yang mungkin menarik bagi turis pada tahun 1600. brosur tersebut harus meliputi banyak hal. Penuh warna, dan berdasarkan fakta sejarah.
Sebuah simulasi yang diadakan oleh sebuah sekolah menengah mengenai kejadian-kejadian yang memicu Perang Dunia I meminta para siswa untuk membentuk kelompok yang mewakili Serbia, Inggris, Austria-Hongaria, Jerman,Rusia dan Perancis. Setiap kelompok mengangkat seorang menteri luar negeri. Tugas mereka adalah bertemu dan berunding mencari upaya untuk menghindari perang yang akan terjadi. Para siswa mempelajari situasi dunia sebelum pecahnya perang, memeriksa tujuan dari setiap negara, dan mempelajari dampak sekutu atas dimulainya perang dunia I.
Tak sedikit guru yang mengatakan bahwa ketika mereka mengaitkan pelajaran dengan kehidupan siswa, semua siswa maju dengan pesat. Para siswa yang bandel dan acuh tak acuh menjadi lebih fokus belajar dan prestasi para siswa yang sudah baik meningkat.
Langkah-langkah ctl untuk membangun keterkaitan di kelas:
daftar berikut ini mengajak para guru untuk membuat kelas mereka menjadi suatu tempat penuh makna bagi para siswa dengan cara membangun keterkaitan:
1. pikirkan bagaimana para siswa mendapatkan informasi di kelas anda. Apakah anda menghabiskan sebagian besar waktu untuk memberi informasi, menjelaskan, memberitahu? Saat anda mengajar, apakah anda sering berhenti dan mengajak para siswa untuk mendiskusikan apa yang sudah anda jelaskan atau bertanya? Apakah pelajaran disampaikan dengan cara yang bervariasi agar mengena pada gaya belajar yang berbeda? Apakah anda mendorong para siswa mempergunakan seluruh anggota tubuh dalam proses belajar.
2. bertanyalah pada diri anda sendiri: ”Apa tujuan utama mata pelajaran ini?” atau ”Apa tujuan dari mata pelajaran kali ini? tujuan apa yang ingin saya capai dengan menggunakan pelajaran ini di kelas? ” tulislah hal-hal spesifik yang anda ingin siswa anda ketahui dan dapat dilaksanakan. Gunakanlah tanda kerja aktif.
3. uji isi mata pelajaran mengapa anda memberikan pelajaran tertentu? Apakah mata pelajaran anda memberi para siswa waktu untuk ikut serta secara aktif dalam proses belajar? Apakah mereka memiliki waktu untuk bertanya bekerja sama mengerjakan tugas, memecahkan masalah, dan menemukan hubungan antara ide-ide baru dan hal-hal yang sudah mereka ketahui? Beri mereka waktu untuk menemukan makna. Dorong mereka agar menyelidiki materi dengan lebih mendalam.
4. apakah pelajaran-pelajaran tersebut penting? Apakah pelajaran tersebut mengajak para siswa dalam memproduksi barang-barang nyata untuk orang lain? Apakah pelajaran tersebut mencerminkan kesadaran akan pengalaman masa lalu dan situasi rumah para siswa sendiri?
5. apakah anda menggunakan beberapa metode ”penilaian autentik” yang mensyaratkan para siswa agar giat belajar sekaligus mampu mempertunjukan keterampilan? Tugas-tugas auntentik adalah tugas-tugas autentik adalah tugas yang secara alami berhubungan langsung dengan sebuah mata pelajaran. Mereka meniru pekerjaan yang sesungguhnya dilakukan oleh para praktisi.
6. apakah para siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan kepemikiran tingkat tinggi untuk berpikir kritis dan kreatif? Bagaimana cara anda mengajar para siswa seni dari pemikiran kritis? Bagaimana cara anda menanamkan pemikiran kreatif?
7. sudahkah anda mengajak para siswa untuk bekerja sama sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari bakat siswa lain? Apakah bekerja sama mengajarkan untuk saling menghormati dan kemungkinan untuk berbagi kesuksesan? Apakah dengan bekerja sama tersebut para siswa belajar untuk mendengarkan pendapat orang lain?
8. apakah para siswa yang mengambil kelas anda mendapat kesempatan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas pendukung, mengumpulkan dan mengatur informasi, bekerja dengan teknologi, meneliti sistem?
9. apakah kelas anda menyediakan lingkungan yang aman, menjamin, dan ramah?
10. apakah anda sering bertatap muka dengan setiap siswa? Cara lain apa yang anda gunakan untuk memperlihatkan kepada para siswa bahwa anda benar-benar peduli kepada mereka dan bersedia membantu mereka?

2. penambahan atau penyisipan mata pelajaran yang berbeda
Praktik memasukan materi yang berhubungan dari mata pelajaran lain ke dalam satu mata pelajaran sudah sangat dikenal. Para pengajar mata pelajaran akademik sering mengajarkan sebuah topik dengan memperkenalkan dan disiplin ilmu lain. Sebagai contoh, guru sejarah mungkin memasukan sejarah seni dalam kelas mereka, dan guru seni dan bahasa mungkin memainkan komposisi musik yang liriknya berasal dari jaman tertentu. Para guru semakin sering memasukkan materi teknik profesional ke dalam kelas akademik yang mereka ajar, dan sebaliknya. Tentu saja materi dapat disisipkan dalam kelas dengan menggunakan banyak cara. Tugas membaca, topik-topik diskusi khusus, dan proyek langsung merupakan metode-metode yang terkenal untuk memasukkan materi kedalam satu pelajaran.
Bagaimana menciptakan mata pelajaran tambahan
1. pilihah bidang yang ingin anda masukkkan dalam mata pekajaran anda.
2. temui dan kumpulkan informasi dari instruktur di bidang tersebut. Anyakan mengenai tujjan belajar, tugas-tugas khusus dan tehnik-tehnik penilaian.
3. gunakan informasi ini untuk membuat daftar tujuan belajar-keterampilan dan kompetensi-yang diharapkan didapat oleh para siswa dari mata pelajaran tersebut. bandingkan dengan tujuan belajar anda sendiri.
4. masukkan materi yang dapat memenuhi tujuan belajar dari kedua mata pelajaran. Pemikiran kritis,keterampilan berkomunikasi, dan kerja tim,sebagai contoh, mungkin merupakan tujuan bersama dari mata pelajaran tekhnologi otomotif dan ilmu pengetahuan alam.
Ketika mata pelajara teknik profesiona disisipi tugas-tugas akdemik, para mahasiswa juga membuat pengaitan yang bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi. Para siswa sekolah menengah yang mengambil mata pelajaran mekanika mobil,misalnya,mempelajari salah satu segmen dari pemikiran kritis. Para instruktur memperkenalkan para siswa kepada berpikir kritis dengan menggunakan papan permaiann dalam permaina kata yang melibatkan analisis dan logika. Kemudian,parinstruktur menyabotase sebuah kendraan dan meminta para siswa untuk mendiaknosis apa masalah mobil tersebut. Setiap siswa kemudian menulis sendiri-sendiri langkah-langkah yang diambil agar sampai pada diaknosis disertai degan alasan dibalik langkah-langkah tersebut. Setelah semua murid mendapatkan kesempatan untuk mendiagnosis mobil tersebut,para siswa saling menjelaskan alasan mereka.
Di sebuah perguruan tinggi umum, keterampilan berkomunikasi juga dimasukkan dalam kelas teknologi manufaktur. Para siswa dikelas ini menulis sebuah esai yang menjelaskan bahayanya bekerja di sebuah toko mesin dan menjelaskan bagaimana cara terbaik untuk menghindari bahaya tersebut. Mereka juga melakukan penelitian dan mebuat presentasi mengenai desain dan peralatan terbaik untuk toko mesin yang cantik.
3.Mata Pelajaran yang saling berhubungan
Mata pelajaran yang saling berhubungan adalah mata pelajaran terpisah yang disatukan oleh materi yang saling melengkapi dan topik yang sama. Meskipun setiap mata pelajaran memiliki tujuan, penilaian dan nilai akhir yang terpisah, isi tiap pelajaran dihubungkan sedemikian rupa hingga memberikan konteks pelajaran yang kaya. Para guru dari mata pelajaran yang saling berhubungan berunding untuk memastikan bahwa materi di satu kelas melengkapi dan memperkukuh proses belajar yang terjadi di kelas yang lain.
Kerjasama antar fakultas dan mata pelajaran yang saling berhubungan merupakan tulang punggung the environmental middle school, sebuah sekolah menengah umum di west coast. The environmental middle school yang menampung sebanyak kira-kira 186 anak muda berbagai umur dalam 6 kelas, semua kelas saling berhubungan dan semua guru merupakan satu tim. Bersama-sama mereka menulis kurikulum mengenai pendidikan lingkungan dan memastikan kurikulum standar nasional.
Mata pelajaran yang saling berhubungan, mata pelajaran terpisah yang proyek dan tugasnya sama, memungkinkan para siswa untuk melihat bagaimana satu mata pelajaran yang lain. Dengan membuat hubungan-hubungan ini, anak-anak muda memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menampilkan gaya belajar dan bakat mereka yang unik.
1. Mata Pelajaran Terpadu
”Terpadu” berarti mata pelajaran yang diciptakan dengan mengombinasikan satu atau disiplin ilmu yang berbeda. Mata pelajaran terpadu ini biasanya diajar secara tim, dengan serangkaian tujuan dan penilaian yang sesuai dengan gabungan dari disiplin ilmu yang digabungkan. Kadang-kadang mata pelajaran ini disebut ”multidisipliner”, ”lintas-kurikulum”. Mata pelajaran terpadu sesuai dengan kebutuhan otak untuk menyusun pola dalam menemukan makna.
Dalam kelas terpadu, para siswa menemukan bahwa pengetahuan saling melengkapi dan terjalin; tidak ada batas, tidak ada perbedaan yang dibuat-buat. Mata pelajaran terpadu menyatukan mata pelajaran yang berbeda ke dalam satu-kesatuan makna dan mengaitkannya dengan kehidupan siswa.
Mata pelajaran terpadu dapat berhasil dengan baik apabila mata pelajaran ini menggabungkan semua komponen dari sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual. Komponen-komponen CTL menjamin bahwa mata pelajaran terpadu adalah pengalaman yang berpusat pada siswa, mengakomodasi siswa dari kebudayaan dan latar belakang yang berbeda, dan cocok dengan beragam minat,bakat dan gaya belajar. Apapun yang dipelajari: lumba-lumba,perbintangan,proses pemilihan,atau gempa bumi, jika menghadapi tugas menantang yang berkaitan dengan kebutuhan nyata,mereka mencapai standar yang tinggi. Saat para mahasiswa ssaling mengaitkan mata pelajaran akademik dan menerapkannya dalam situasi dunia nyata, mereka menemukan makna, mengingat pelajaran, dan IQ merekapun makin meningkat (Barab & Landa, 1995).
2. MENGGABUNGKAN SEKOLAH DAN PEKERJAAN
CTL mungkin paling dikenal sebagi sistempengjaran yang menghubungkan sekolah dengan dunia kerja. Mengaitkan pekerjaan dengan sekolah memberi para siswa alasan praktis untuk belajar berbagai hal, ilmu pengetahuan pemasaran atau matemtika.CTL tidak hanya memberi siswa dorongan dari dunia nyata untuk menguasai mata pelajaran akademik, tetapi juga kesempatan untuk mengembangkan diri sendiri.
Namun orang-orang banyak mengkritik kebijakan ini berpendapat bahwa pengaitan semacam itu akan mengubah sekolah menjadi tempat pelatihan dengan kurikulum yang buruk.Para kritikus ini percaya bahwa di tempa kerja,para siswa hanya belajar sedikit keterampilan terbatas yang cocok untuk satu bisnis saja.Karena pendidikan dalam dunia demokratis harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk menjadi unggul;apa saja yang membatasi.prkembangan kecerdasan dan perkembangan pribadi dari anak-anak kita seharusnya ditolak. Namun, apabila diatur dan disusun dengan baik, maka hubungan antara sekolah dan pekerjaan akan membantu semua siswa unggul secara akademik dan mengembangkan diri sendiri. karena otak melihat makna didalamnya,dan megingat penggunaannya dalam situai kehidupan nyata,maka penggabungan pelajaran sekolah dengan dunia kerja adalah sangat masu akal.
Praktik menghubungkan sekolah dengan pekerjaan mendapatkan dukungan kuat dari School-to-Work Opportunity Act (SWOA) pada 1994.Sekolah-ke-Pekerjaan (school-to-work) elah di tetapkan sebagai ”suatu cara sistematis membangun pendidikan yag memadukan sasaran akademik,karier,dan tujuan pribadi” untuk melejitkan prestasi semua siswa (Laboratorium Pendidikan Wilayah Nortwest, 1996, h.37). Tdalam Undang-Undang,adalah untuk "meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dengan cara memadukan materi akademik dengan pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan,memadukan pembelajaran berbasis sekolah dan pembelajaran berbsis pekerjaan,dan membangun hubungan yangefektif antara pendidikan menengah lanjutan dan menengah atas.”(Gray& Herr,1995,h.139).
3. Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Tujuan utama dari KKN adalah untuk memperoleh pembelajaran akademik tertentu pada saat membantu orang lain. Pelajaran akdemik direncanakan dengan sangat hati-hati.KKN adalah adalah metode CTL yang sesuai untuk semua guru mata pelajaran.metode ini mengajarkan kepada siswa bahwa mereka bertanggung jawab tidak hanya pada diri mereka sendiri, tetapi pada konteks mereka sebagai seorang manusia yang berada di dalam sebuah jaringan keterkaiatan yang menyantumkan mereka dengan semua hal. Karena kerja nyata menghubungkan pekerjaan akademik dengan proyek dunia nyata, maka ini sesuai dengan cara kerja otak. Otak menyimpan pelajaran tersebut. Sat pengalaman siswa mengimspirasikan mereka untuk berpikir kritis, memecahkan masalah,berkomunikasa,memimpin,berbicara di depan umum, dan bekerj dalam tim,saraf keterampila tersebut dalam otak.selanjutnya,saat pengalaman sisw mengajarkan mereka untuk peduli keada orang lain dan bumi, pelajaran itu juga menjadi tertanam dijalur dan sirkuit otak. Peduli kepada orang lain menjadi suatu kebiasaan.
KKN mengajarkan bahwa kita dari segi etika berkewajiban memperhatikan kesejahteraan orang lain. Metode ini mengajarkan penggunaan ilmu pengetahuan dengan penuh kasih sayang dan perlindungan terhadap lingkungan.karena proyek KKN menghubungkan setiap siswa dengan orang lain dan dengan konteks mreka, maka proyek seperti itu memperkuat masyarakat secara keseluruhan.sebagai contoh, mencoret-coret tembok dan pencurian di toko menurun,saat siswa berusaha untuk memberi manfaat bagi orang lain, dan rasa hormat menggantikan kecurigaan saat orang dewasa bekerja sama dengan para siswa. Semua orang mendapat manfaat dai KKN dan menggbungkan tujuan akademik dan tujuan layanan.untuk mengembangkan sebuah proyek KKN proses berikut ini telah terbukti efektif.

Proses untuk Mengembangkan Sebuah Proyek KKN
1) Ajarkan kepada siswa anda apa yang dimaksud dengan KKN dan mengapa program ini penting.kirimkan informasi mengenai KKN kepada orang tua mereka.
2) Identifikasi Tujuan Akademik yang harus dipenuhi dalam pelajaran ini, dan pastikan tujuan tersebut sesuai dengan standar luar yang di buat oleh negara dan badan-badan pendidikan nasional. Putuskan tujuan mana yang mungkin paling pas diajarkan melalui KKN.
3) Memilih proyek.anda boleh memilih satu proyek untuk selursuh kelas. Atau,anda boleh membagi para siswa menjadi kelompok-kelompok dan biarkan setiap siswa memilih sebuah proyek KKN. Memilih proyek yang sesuai sering kali termasuk menghubungi anggota masyarakat untuk mengetahui apa yang harus dilakukan.para siswa yang lenih tua menyelidiki sendiri dan menemukan proyek yang membutuhkan perhatian mereka. Sebelum menjalankan KKN penting untuk mengetahui bagaiman egiatan tersebut akan membentu para siswa memenuhi tujuan belajar dikelas.
4) Lakukan persiapan. Sebelumnya berilah para siswa berbagai keterampilan iswa yang bisa membantu mereka. Misalnya,pelatihan tentang pemecahan masalah,sopan santun dalam bertelepon, kerja tim,teknik wawancara,dan pemikiran kritis mungkin membantu para siswa.
5) Menyampaikan hasil. Hasil dari proyek KKN merupakan bukti autentik dari apa yana dapat dilakukan para siswa.hasil autentik tersebut bisa berwujud dalam berbagai macam bentuk termasuk,misalnya,taman, presentasi menggunakan alat-alat peraga, atau kamar yang baru di cat di pani jompo.
6) Dorong para siswa untuk merenungkan proyek mereka sepanjang mereka dan sering-seringlah bertemu dengan mereka untuk mendapatkan umpan balik mereka.
Penglaman membuktikan bahwa KKn adalah sebuah strategi efektif untuk mengjarkan isi pendidikan. Contoh-contoh dari KKN berikut ini menunjukkan bahwa saat ini siswa diberi wewenang untuk melakukannya mereka akan menguasai isi akademik yang rumit untuk membentuk konteks,sekolah,lingkungan,atau daerah mereka. Siswa akan bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan akademik yang mereka butuhkan untuk membantu orang lain.

BAB 4
Pembelajaran Mandiri dan Kerja Sama
Dua komponen sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual—pembelajaran mandiri dan kerja sama—perlu dipelaiari dengan teliti.Pembelajaran mandiri mengutama¬kan pengamatan aktif dan mandiri.Pembelajaran mandiri juga melibatkan pengaitanstudi akademik dengan kehidupan sehari-hari dalam cara yang bermakna untuk mencapai tujuan yang berarti.Kerja sama,sebagai bagian penting dari sistem CTL,memainkan peranan penting dalam pembelajaran mandiri.
Pentingnya Proses
Salah satu obsesi masyarakat kontemporer adalah kecepatan. Kita ingin hasil, dan kita menginginkannya secepatnya. Masalahnya, semakin cepat kita bergerak, semakin jauh kita tertinggal. Hal ini khususnya benar dalam bidang pendidikan. Kita tidak bisa memburu pertumbuhan kaum muda. Proses belajar butuh waktu. Sa¬yangnya, tampaknya kita sudah tidak lagi percaya pada proses, meskipun membicarakan hal ini masih tetap menjadi suatu mode (Chittister, 2000) .2. selain menghadirkan jalan terbaik untuk mencapai prestasi akademik yang unggul,CTL adalah proses yang tidak bisa diukur dengan menggunakan pengukuran standar.Poses belajar ini dikenal sebagai ”pembelajaran mandiri.Dalam pola belajar ini,siswa diajak untuk mengaitkan tugas sekolah merek dengan kehidupan sehari-hari.kehidupan sehari-heri disini maksudnya adalh kehidupan seorang siswa di rumah,disekolah,diantara teman-teman sebaya,dan ditengah masyarakat.ini adalah situasi nyata,lingkungan nyata seorang siswa.pembelajarn mandiri memberi kebebasan para siswa untuk menemukan bagaimana kehidupan akademik sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari.Proses penemuan ini butuh waktu,tetapi hasilnya sebanding dengan waktu yang dihabiskan.Menyusuri Jalan yang berujung pada penemuan ini akan mendorong anak-anak untuk tumbuh dan berkembang .langkah yang mereka ambil inilah ,proses yang mereka jalani,adalah penemuan itu sendiri.
Definisi Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri mem¬bebaskan para siswa untuk menggunakan gaga belajar mereka sendiri, maju dalam kecepatan Mereka sendiri, menggali minat¬minat pribadi, dan mengembangkan bakat mereka dengan meng¬gunakan kecerdasan majemuk yang mereka sukai.Definisi CTL tentang pembelajaran mandiri sangat terkait pada pengertian "mandiri" itu sendiri. Para pelajar yang memiliki tipe seperti ini "mengatur diri sendiri"—memerintah diri sendiri. Mereka mengambil keputusan sendiri dan menerima tanggung jawab untuk itu. Pola belajar mereka juga "diatur"—maksudnya disesuaikan dan dilaksanakan dalam kaitannya dengan sesuatu yang lain. Mereka mengatur, menyesuaikan tindakan mereka untuk mencapai tujuan penting tertentu.
Definisi CTL tentang pembelajaran mandiri berikut ini menggambar¬kan dan menjelaskan gagasan penting ini:Pembelajaran mandiri adalah suatu proses belajar yang mengajak siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan terkadang sale prang, biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri ini dirancang untuk ineng¬hubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini mungkin menghasilkan hasil yang nyata maupun yang tidak nyata. Pembelajaran mandiri membangkitkan antusiasme yang sama pada anak-anak dari taman kanak-kanak hingga universitas. Bebas menggambarkan gagasan, minat, dan bakat mereka, para siswa dengan pembelajaran mandiri dari segala usia ini dengan bersemangat i i migaJukan pertanyaan, mengadakan penyelidikan, dan melakukan bcrbagai percobaan (Brooks & Brooks, 1993).4
Pengetahuan dan Keterampilan yang penting untuk p yang Pembelajaran mandiri
Proses pembelajaran mandiri paling baik diuji dari dua perspektif yang berbeda,tetapi sangat berhubungan.Pertama,pembelajaran mandiri mengharuskan siswa untuk memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu.Mereka harus tahu dan mampu melakukan hal-hal tertentu mengmbil tindakan,bertanya,membuat keputusan mandiri,berpikir kreatif dan kritis,memiliki kesadaran diri dan bisa bekerja sama.Kedua,pembelajaran mandiri mengharuskan siswa untuk melakukan hal-hal tersebut yaitu,menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam urutan yang pasti,satu langkah secara lois mengikuti langkah yang lain.
1.mengambil tindakan
Belajar aktif yang disebut juga belajar ”langsung” adalh belajar yang membuet pelajaran melekat.mencari dan menggabungkan informasi secara aktif dari tempat kerja,masyarakat,maupun ruang kelas,lalu menggunakannya untuk alasan tertentu akan menyematkan informasi tersebut dalam ingatan.Makanan untuk otak adalah dunia luar.Pembelajaran mandiri,yang menekankan pada tindakan,memberi otak kesempatan untuk merasakan dunia luar dengan cara-cara yang tak terhitung.
Pembelajaran mandiri, yang menekankan pada tindakan, memberi otak kesempatan untuk me¬rasakan dunia luar dengan cara-cara yang tak terhitung (Sizer, 1992).' Tindakan fisik langsung memperkuat pelajaran mengeja yang diterima hari ini. Partisipasi aktif seperti mengukur, berjalan, berbicara, menelepon, mengatur benda-benda, memalu, melukis, mengangkat, menata, merekam dengan video, melempar bola, mencocokkan bentuk, berkebun, merancang poster, atau memimpin diskusi kelas¬memberi sinyal pada neuron dalam otak untuk berhubungan, membentuk dasar untuk berpikir abstrak.
Anak-anak yang berada di tingkat dasar khususnya memerlu¬kan kesempatan untuk mengontrol benda-benda fisik seperti kapur tulis, krayon, dan balok-balok. Mereka perlu menggambar, me¬warnai, bernyanyi dan bertepuk tangan, bicara dengan orang de¬wasa, dan bersosialisasi dengan teman sebaya. Aktivitas-aktivitas fisik seperti ini mengirimkan pesan ke otak yang menjadi dasar bagi pembentukan jaringan saraf yang kuat (Port, 1999).1 Mereka menciptakan banyak jalan bagi neuron untuk mencatat dan me¬nyimpan informasi dan keahlian barn. Belajar aktifjuga memuaskan dorongan anak untuk melakukan pekerjaan penting dan untuk dianggap bersungguh-sungguh.
Siswa sains kelas enam di Florida mempelajari arkeologi dengan jalan meiicari dan merekonstruksi artefak-artefak yang terdiri sisa-sisa bangkai binatang yang tergilas di jalan yang diambil dilwburkaii oleh guru mereka di hutan di belakang taman bermail" Wiigaii menggunakan kayu dan jala, anak-anak itu membuat sebuah ay,ikaii 1111(Uk menyaring tanah. Dengan menggunakan tey'11'k j)(-11r'),,;il1aiiarkeologis yang benar, mereka menggali sebuah lubang 1)(1 min sale meter persegi sedalam satu meter. Kemudian, mereka. menyaring tanah untuk menemukan "tanaman" guru mereka, yaitu tulang-belulang yang tercerai-berai—yang sebelumnya telah di¬rebus—dari seekor binatang kech. Para siswa memindahkan tulang¬belulang itu ke daerah yang bersih, menggelarnya, dan mereka¬ulang tulang-belulang tersebut. Mereka membuat diagram, men¬catat nama setiap tulang, dan menjelaskan fungsi masing-masing. Para siswa sangat menikmati kelas itu dan dengan bergurau mereka mengatakan bahwa mereka pasti akan teringat pada guru mereka jika suatu scat mereka menemukan bangkai binatang yang tergeletak dijalan.
2.Mengajukan Pertanyaan
Sebagaimana keberhasilan pembelajaran mandiri bergantung pada pengambilan tindakan, pola belajar ini juga bergantung pada pengetahuan dan keahlian yang menghasilkan perilaku dan proses berpikir mandiri. Untuk menjadi mandiri, baik bekerja sendiri maupun dalam kelompok, anak-anak harus bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan menarik, membuat pilihan-pilihan yang bertang gung jawab, berpikir kritis dan kreatif,memiliki penge tahuan tentang dirisendiri, dan bekerja sama. Anak-anak tidak dengan otomatis mendapatkan kemampuan-kemampuan ini waktu mereka ikut. serta dalam tugas-tugas dari pembelajaran mandiri. Gurulah yang menanamkan hal ini kepada mereka. Guru dapat membantu anak¬anak sejak mereka mengawali perjalanan untuk menjadi pelajar yang aktif dan mandiri. Pentingnya berpikir mandiri dalam meng¬ajukan pertanyaan, membuat berbagai pilihan, mengembangkan kesadaran-diri, dan bekerja sama.
Dengan bantuan seorang guru yang imajinatif, setiap anak dapat didorong untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan mereka sekarang, pada saat ini. Siswa-siswa kelas lima mungkin ditanyai, misalnya, ten-tang mainan apa yang diinginkan siswa kelas satu dan merencanakan cara untuk menemukannya. Ketika pertanyaan-pertanyaan yang mereka bunt menibmitu anak-anak untuk menemukan kaitan antara pelajaran di kelas daii situasi yang mereka alami baik di sekolah, di rumah, inatipm sebagai anggota masyarakat, mereka melihat makna mata peri-11:11-all akademik dan dengan demikian ingin mencapai prestasi yang unggul. Mereka menjadi termotivasi dari dalam diri tmtuk ine nyelesaikanmasalah-masalah yang menarik dan meiiycli(liki posisi mereka untuk ambil bagian dalam persoalan-persoalm penting.

3.Membuat Pilihan
Para siswa dengan pembelajaran mandiri tidak hanya memilih rancangan kerja,tetapi juga memutuskan bagaimana mereka harus berperan serta.Siswa memilih berpartisipasi dalm rencana kerja yang paling sesuai dengan minat pribadi dan bakat mereka sambil mencari keterkaitan antara tugas keseharian mereka.Para siswa dengan pembelajaran mandiri mungkin memilih mendapatkan informasi,misalnya,dengan jalan mengamati,mendengarkan, membaca,atau berdiskusi.Mereka mungkin melakukan riset dengan cara menonton video,mendengarkan kaset,membaca buku,atau mewawancarai orag-orang.karena pembelajaran mandiri ini membebaskan anak untuk memilih cara belajar terbaik yang paling sesuai untuk mereka,dan karena pola ini menyesuaikan minat dan bakat mereka, maka pola belajar ini dapt membantu siswauntuk mencapai keunggulan.Pilihan-pilihan siswa membuat belajar menjadi menyenangkan sekaligus bermakna.

4.Membangun Kesadaran Diri
Kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan saat perasaan tersebut muncul, adalah kemampuan khusus manusia.Kemampuan ini membuat kendali diri menadi sesuatu yang mungkin. Kesadaran-diri juga meliputi pengetahuan tentang keterbatasan dan kekuatan kita, dan juga mengetahui bagai¬mana pandangan orang lain terhadap kita. Kalau kita menyadari bagaimana orang lain memerhatikan kita, mungkin kita dapat mem¬perbaiki hubungan kita dengan mereka, yang juga meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok. Kerja sama dengan anggota kelompok tentunya akan berlangsung lebih baik di antara mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (Coleman, 1995).

5.Kerja Sama
Karena kerja sama adalah sesuatu yang alami, kelompok dapat maju dengan baik. Setiap bagian kelompok saling berhubungan sc demikian rupa sehingga pengetahuan yang dipunyai seseorang akal 1 menjadi output bagi yang lain, dan output ini akan menjadi input bagi yang lainnya lagi. Jika setiap individu yang berbeda membangun hubungan dengan cara seperti ini, mereka membentuk suatu kesatuan sistem yang jauh lebih mumpuni dibandingkan jika seseorang bekerja sendirian.sinergi seperti ini terbentuk dari suasan persahabatan,saling menghargai, kesabaran, dan kepercayaan.Kerja sama yang erat dalam suasan yang demikian tidaklah terjadi begitu saja, tetapi harus diusahakan.Kerja sama yang erat lahir terutama dari komunikasi yang kuat diantara para anggota kelompok.
Bekerja sama tidak datang dengan sendirinya diantara anak-anak, atau siapa saja, sebagian karena ini mungkinkan membutuhkan pengakuan bahwa eyakinan kita sebetulnya belum tentu mempunyai bukti atau alasan yang kuat.
Kita sangat menghargai keyakinan kita seolah-olah itu adalah perpanjangan dari diri kita. Kita lupa bahwa keyakinan kita menggambarkan pengaruh dari konteks kita, yang sering tidak kita uji. Konteks itu adalah lingkungan keseharian kita di rumah, sekolah, dalam tim, dengan teman-teman, atau di tempat kerja. Dari konteks ini muncul pengalaman-pengalaman yang mem¬bmiuk keyakinan dan pendapat kita, cara kita untuk menafsirkan kciiyataan. Bagaikan gelas dengan persepsi yang salah, pendirian kita yang belum teruji tersebut mungkin menyebabkan kita iuemandang icalitasdari perspektif yang salah. Bekerja sama membuat kita dapat memandang dunia sebagaimana orang lain melihatnya. Karena bekerja bersama,para anggota kelompok melihat dengan lebih jelas daripada jika seseorang bekerja sendiri. Mereka mengimbangi dengan cara otak manusia merespons data yang diperoleh dari panca indra.
Belajar dengan kerja sama, yang melebihi cara otak manusia berfungsi, memungkinkan anak untuk mendengarkan suara anggota kelompok yang lain. Pola belajar ini juga membantu siswa untuk, menemukan bahwa ternyata cara pandang mereka hanyalah satu di antara cara pandang yang lain, dan bahwa cara mereka melakukan sesuatu hanyalah satu kemungkinan dari berbagai kemungkinanan lain. Melalui kerja sama, dan bukannya persaingan atau koin petisi, anak-anak menyerap kebijaksanaan orang lain. Melalui kerja sama, mereka dapat menyemai toleransi dan perasaan mengasihi. Dengan bekerja bersama orang lain, mereka sating iuciitikai pengalaman yang sempit dan pribadi sifatnya untuk mendapatkan konteks yang lebih luas berdsarkan pandangan tentang kenyataan yang lebih berkembang.
Berbagai strategi untuk kerja kelompok telah ditulis secara luas.aturan-aturan kerja kelompok berikut ini,yang dilakukan dalam kelas matematika,menyarankan berbagai pilihan dan tanggung jawab dalam menghadapi anggota kelompok :

1. Tetap fokus pada tugas kelompok.
2. Bekerja secara kooperatif dengan para anggota kelompok lainnya.
3. Mencapai keputusan kelompok untuk setiap masalah.
4. Meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompok memahami setiap solusi yang ada sebelum melangkah lebih jauh.
5. Mendengarkan orang lain dan mencoba memanfaatkan ide-ide mereka.
6. Berbagi kepemimpinan dalam kelompok.
7. Memastikan setiap orang ikut berpartisipasi
8. Bergiliran mencatat hash-hash yang telah dicapai ke¬lompok.
Penetahuan dan keahlian yang telah dijelaskan,yaitu mengambil tindakan, mengajukan berbagai pertanyaan,membuat pilihan-pilihan, memiliki kesadaran diri ,dan bekerja sama, jika digabunfkan dengan pengetahuan akademik, akan memungkinkan anak untuk dapat mengikuti proses pembelajaran mandiri.

Proses Belajar Mandiri
Pembelajaran mandiri adalah sebuah proses. Sebagaimana proses lainnya, pola belajar ini mengikuti beberapa prosedur untuk bisa mencapai suatu tujuan. Proses belajar mandiri adalah suatu metode yang melibatkan siswa dalam tindakan-tindakan yang meliputi beberapa langkah, dan menghasilkan baik hasil yang tampak mau¬pun yang tidak tampak. Langkah-langkah ini menggunakan berbagai pengetahuan dan keahlian yang telah didiskusikan sebelumnya,juga menggunakan pengetahuan akademik.
Secara umum, proses yang harus diikuti siswa yang mandiri meangikuti siklus "Rencanakan, Kerjakan, Pelajari, Lakukan Tindak¬an”.
Proses belajar mandiri adalah suatu metode yang melibatkan siswa dalam tindakan-tindakan yang meliputi beberapa langkah,dan menghasilkan baik hasil yang tampak maupun yang tidak tampak dalam kelompok maupun bekerja sendiri, melakukan langkah-langkah yang serupa, yaitu :
1. Siswa Mandiri Menetapkan Tujuan
2. Siswa Mandiri Menetapakan Rencana
3. Siswa Mandiri Mengikuti Rencana dan Mengukur Kemajuan Diri
4. Siswa Mandiri Memuatkan hasil Akhir
5. Siswa yang Mandiri Menunjukkan Kecakapan Melalui Penilaian Autentik.

Kekuaan Pembelajaran Mandiri untuk Melakukan Perubahan
Dale Parnell meyakinkan kita bahwa pembelajaran Works!, dia menunjukkan bukti-bukti yang kuat tentang kemajuan siswa. Pembelajaran mandiri bisa berhasil karena seperti yang kita lihat,adalah hal yang alami bagi anak untuk bertindak secara mandiri,dan mengmbil keputusan sendiri.juga hal yang alami bagi anak untuk menemukan hubungan antara ide-ide baru dan situasi mereka sendiri.semua manusia secara terus menerus sadar akan lingkungan hidupnya.,dan menyesuikan pemikiran serta tindakan mereka untuk menanggapinya.
Dibuat berdasarkan prinsip pengaturan diri,setiap makhluk hidup adalah mandiri dan mengatur diri sendiri.oleh karena itu,setiap makhluk memiliki kesadaran.kesadaran inilah,sebagai kesadaran identitas yang unik, yang dapat menyebabkan sebuah sel tumggal menyadari adanya gangguan dalam lingkunganya, dan bisa memutuskan apakah akan bereaksi terhadapnya atau tidak.jika sel itu bereaksi, hasilnya bisa jadi sebuah perubahan yang terjadi sedikit demi sedikit dalam struktur fisik sel tersebut.kesadaran inilah yang menyebabkan makhluk hidup untuk memerhatikan dan memberikan respons terhadap lingkungannya.sebagai makhluk hidup kita menghargai lingkungan kita hubungan keluarga,pekerjaan,tekanan dari teman sebaya dan sekolah kita membuat pilihan yang menggambarkan potensi diri kita.dengan kata lain,kita memilih ingin menjadi apa kita nanti.kita mungkin memilih untuk bereaksi dengan cara-cara yangmendorong pertumbuhan dan perkembangan , atau bisa juga tidak.
Pembelajaran mandiri memberikan siswa kesempatan yang luar biasa untuk mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka.Pembelajaran mandiri memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-pilhan positif tentang bagaimana mereka akan memgatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari.Pola ini memungkinkan siswa bertindak berdasarkan inisiatif mereka sendiri untuk membentuk lingkungan.dengan jalan demikan,para siswa mandiri mengembangkan potensidiri mereka.menemukan minat-minat barudan bakat-bakat terpendam mereka sembari berkembang mencapai keunggulan akademik.mereka juga menemukan bahwa mereka mampu mempengaruhi lingkungan mereka.melalui proses belajar mandiri,mereka belajar bahwa mereka bisa menjadi pencipta bersama dalam dunia tempat tinggal mereka.mereka menyadari bahwa merupakan tanggung jawab mereka juga untuk menciptakan kembali sebuah dunia dimana setiap makhluk hidup akan betah hidup didalamnya.

BAB 5
Berpikir Kritis dan Kreatif

Bepikir kritis

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengatakan sesuatu de¬ngan penuh percaya diri, "Ide saya bagus karena berdasarkan alasan yang logis, " atau "Ide Anda bagus karena didukung oleh bukti yang kuat. " Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk me¬nemukan kebenaran di tengah banjir kejadian dan informasi yang mengelilingi mereka setiap hari. Berpikir kritis adalah sebuah pro¬ses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pen¬ dapat mereka sendiri. Berpikir kritis adalah se¬buah proses terorga¬nisasi yang me¬mungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyatan orang lain.
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud dibalik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian.
Proses berpikir kritis mengharus¬kan keterbukaan pikiran, kerendahan hati, dan kesabaran. Kualitas-¬kualitas tersebut membantu seseorang mencapai pemahaman yang mendalam. Karena ingin sekali melihat makna di balik informasi dan kejadian, pemikir kritis selalu berpikiran terbuka saat mereka mencari keyakinan yang ditimbang baik-baik berdasarkan bukti logis dan logika yang benar. Pencarian mereka akan kebenaran mengbaruskan mereka berhati-hati dalam menarik kesimpulan, ce¬pat mengakui kebodohan, rindu mendapatkan informasi baru, sabar dalam menyelidiki bukti, toleran terhadap sudut pandang baru, dan mau mengakui kelebihan sudut pandang orang lain dibandingkan dengan sudut pandang mereka sendiri. Membuat penilaian terlalu cepat dan keras membuat berpikir kritis sulit dilakukani.

DefiniSi Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah berpikir dengan baik, dan merenungkan tentang proses berpikir merupakan bagian dari berpikir dengan baik. Pada awal abad yang lalu, dalam tulisannya, John Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak (Dewey, 1916/1966).' Vincent Ruggiero (1988) meng¬artikan berpikir sebagai "segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau "memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna" (h. 2).8 John Chaffee (1994), Di,rektur Pusat Bahasa dan Pemikiran Kritis di LaGuardi College, City University of New York (CUNY), menjelaskan bahwa berpikir sebagai "sebuah proses aktif, teratur, dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia" (h. 1).' Dia mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir untuk " me¬nyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri" (Chaffee,1994,h.50). maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan Iogika.
Mereka tidak menerima begitu saja cara mengerjakan sesuatu hanya karena selama ini memeng begitulah cara mengerjakannya,dan mereka juga tidak menganggap suatu pernyataan benar hanya karena orang lain membenarkannya.Sebaliknya,mereka bertanya,”Apakah pernyataan orang itu bebas dari prasangka?Apakah argumen orang itu logis?Apakah generalisasi ini didasarkan pada informasi yang benar?” tersebut didukun oleh kebenaran atau merupakan produk kesalahpahaman.Mereka meneliti sebuah pertanyaa untuk memastikan pertanyaan tersebut logis dan tidak berasal dari asumsi yang salah.
Sayangnya, dalam masyarakat sekarang,orang berpikir bahwa berpikir kritis hanya ada dimata kuliah filsafatdan retorika di perguruan tinggi dan bukan sebuah kebiasaan berfikir yang seharusnya ditanamkan sejak usia dini. Namun, pemikiran kritis bukanlah sesuatu yang sulit dan esoteris yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki nilai IQ berkategori Genius. Sebaliknya,berpikir kriis merupakan sesuatu yang dapat dilakukan semua orang.
Hanya berpikir kritis—berpikir secara terorganisasi mengenai proses berpikir kita sendiri dan proses berpikir orang lain yang Akanmembekali anak muda untuk sebaik mungkin menghadapi informasi yang mereka dengar dan baca, kejadian yang mereka alami dan keputusan yang mereka buat setiap hari (Chaffee, 1994). Hanya berpikir kritislah yang memungkinkan mereka menganalisis pemikiran sendiri untuk memastikan bahwa mereka telah menentukan pilihan dan menarik kesimpulan cerdas. Mereka yang tidak berpikir kritis tidak dapat memutuskan untuk diri mereka sendiri apa yang hars dipikirkan, apa yang harus dipercaya,atau harus bagaimana harus bertindak. Karena gagal berpikir mandiri, mereka meniru orang lain dengan pasif.

Berpikir Kritis sebuah proses sistematis
Sebagian besar ahli berpikir kritis setuju bahwa meneliti proses ber¬pikir harus dilakukan dengan sistematis. Satu alasan mengapa kita membutWhkan pendekatan sistematis dan terorganisasi untuk ber¬pikir kritis karena pada dasarnya berpikir sulit untuk dipahami. Kita semua tabu persis apa yang dimaksud dengan berpikir, dan kita tentu bermaksud melakukannya dengan baik, tetapi wring kali apa yang kita pikirkan tentang berpikir ternyata keliru. Dan itu terjadi dengan sangat mudah, misalnya dengan mencampuradukkan keyakinai i dengan pengetahuan. Kita melihat apa yang kita percaya, dan ke¬percayaan kita menjerat kita.
Untuk menghindari jebakan ini, pemikir kritis bertanya, me¬meriksa dengan teliti asumsi-asumsi, dan memandang segala se¬suatu dari sudut pandang yang berbeda. tambahan lagi, mereka melakukan hal tersebut dengan cara yang sistematis dan teratur rapi.
Berpikir Kreatif –semua orang kreatif
Setiap manusia memiliki kapasitas untuk menggunakn pikiran dan imajinasi mereka secara konstruktif untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kita bisa merumuskan sebuah ide baru yang akan semakin menyempurnakan produk yang sudah ada, atau mungkin kita bisa menciptakan sebuah cara,yang benar-benar baru, bagaimana memberikan suara pada saat pemilihan umum. Baik kita memperbaiki sesuatu yang sudah dikenal maupun memperkenalkan sesuatu yang unik, baik kita muncul dengn ide orisinil, puisi, lukisan, mesin maupun membuat makanan baru dari resep lama,kita menciptakan sesuatu yang baru. Tentu saja, tidakan yang merusak akan merusak hidup. Karena kreativitas menambahkan keanekaragaman tak terbatas yang mengisi alam semesta, maka bisa dikatakan mereka yang menciptakan telah bertindak selaras dengan alam. menciptakakan berarti menambahkan keaneka ragaman yang mengagumkan dialam semesta. Menciptakan juga berarti menyadari potensi terpendam kita, dan dengan melakukannya, kita memperkaya potensi masyaakat, memperkaya konteks yang kita tempati. Pemikir kreatif melihat diri meeka tinggal disebuah konteks, konteks keluarga,sekolah,kota,tau ekosistem,dan mereka mencoba untuk memperbaiki konteks ini.
Penghalang Kreativitas
Sayangnya, sekolah-sekolah sering menjadi kendala bagi kreati¬vitas. Dari generasi ke generasi, mereka mengirimkan pesan bahwa hanya orang-orang luar biasa yang harus mencoba untuk menyanyi, menari, bermain bola basket, mengikuti lomba lari, menulis cerita pendek, atau bermain drama. Sekolah tidak hanya cenderung men¬jadikan kreativitas sebagai ciri khusus dari segelintir siswa yang unggul, tetapi juga telah dengan ketat menetapkan apa yang di¬sebut karya kreatif. Ide-ide nyeleneh dicemooh, meskipun semua ide seharusnya dihormati, khususnya yang nyeleneh.Yang lebih buruk lagi, mereka menghukum siswa yang nyeleneh.
Di TK, contohnya, anak laki-laki teman saya, Jack, tahu bahwa dia ternyata tidak dapat menggambar. Setelah mewarnai seekor kelinci dengan warna merah muda, Jack mewarnai garis bentuk luar kelinci tersebut dengan warna hitam dan meletakkannya di sebuah lapangan dengan rumput warna ungu. Guru TK Jack menegurnya di depan teman-teman sekelasnya karena tidak menge¬tahui aturan bahwa garis bentuk luar dari kelinci merah muda harus selalu diberi warna merah muda dan bahwa lapangan itu selalu hijau. Dia memberi Jack nilai "C". Karena merasa putus asa, Jack tidak berani lagi mengekspresikan pandangan pribadi¬nya. Menggambar baginya hanyalah masalah menghindari ke¬salahan.
Diantara banyak kendala yang membungkam kreativitas, yang berkut ini khususnya merusak :
1. sensor internal dari seseorang
2. orang-orang yang mencari kesalahan
3. peraturan dan persyaratan yang mmbatasi dan melarang
4. perilaku menerima dengan pasif, tanpa bertanya
5. pengotak-ngotakan
6. memusuhi intuisi
7. takut membuat kesalahan
8. tidak menyempatkan diri untuk merenung
berfikir kreatif membuat kita bisa melewati kendala-kendala tersebut. Mereka yang menanamkan kebiasaan berpikir kreatif melihat kemungkinan-kemungkinan baru, bukan batasan, dan mereka berani bereksperimen tanpa takut berbuat salah. Mereka mengikuti kompas nurani mereka dan memperkaya hidup orang lain dan bahkan bumi dengan keaslian mereka.

Berpikir kreatif dan kritis : Dua Sisi Mata Uang
Berpikir kreatif dan kritis bagaikan dua sisi mata uang. Pikiran kreatif merancang kostum untuk digunakan dalam sandiwara sekolah. Pikiran kritis memastikan kainnya cocok dan jahitannya kuat. Pemikir kreatif memperaktikan asosiasi bebas dan menemukan cara baru untuk menyediakan rumah dan makanan bagi gelandangan.pemikir kritis mempelajari kelayakan sebuah ide. Seluruh manusia adalah pemikir kreatif dan kritis.saat mereka memperbaiki,menggunakan, dan meningkatkan kapasitas mereka untuk melakukan keduanya, mereka meningkatkan kesempatan untuk memperkaya tidak hanya kehidupan mereka sendiri,tetapi juga kehidupan masyarakat dan sebagai anggota dari ekosistem bumi.untungnya, sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual menawarkan banyak kesempatan bagi siswa untuk menjadikan berpikir kreatif dan kritis menjadi suatu kebiasaan. Pendidikan berarti belajar menggunakan pikiran dengn baik, dan CTL menyediakan kesempatan untuk mempraktikan pemikiran dalam tingkatan yang lebih tinggi.

BAB 6
CTL : Sebuah Jalan Menuju Keunggulan untuk Semua Orang
CTL merupakan topik yang panas belakangan ini. Sayangnya, banyak perdebatan yang mengelilinginya: perdebatan yang timbul dari kesalahpahaman. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual telah dengan keliru dianggap sebagai strategi yang mengharuskan siswa untuk melapor ketempat kerja yang hanya melatih mereka unuk melakukan pekerjaan yang terbatas. Itu semua tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Pengajur CTL hanya mempunyai satu tujuan dalam benak mereka: menolong semua sisw mencapai keunggulan akademik. Banyak pendidik yang telah menyadari bahwa CTL menolong semua siswa menguasai materi akademik yang sulit baik siswa yang erisikom maupun siswa yang gampang belajar.CTL membantu sema siswaa belajar karena sistem pendidikan in cocok dengan fungsi otak dan cara kerja alam.
Tentu saja tujuan pendidikan dalamsebuah masyarakat demokratis adalah membedayakan setiap anak agar bisa mewujudkan seluruh potensinya. Tentu saja tujuan pendidikan adalah mempersiapkan setiap anak agar mampu turut berperan serta dalam perekonomian dan kesejahteraa masyarakat umum. Jika Amerika tidak menolong anak muda un tuk mencapai standar akademik yang tinggi, sama saja dengan menakdirkan mereka berpindah-pindah tanpa tujuan dari satu pekerjaan yang tidak menjajikan kepekerjaan lain dengan upah minimum.
Para guru harus memasukkan informasi akdemik kedalam benak siswa,tidak hanya pada yang mudah belajar, tetapi juga pada yang sulit membaca, yang tidak mengerti dari konsep sebuah dfonem, dn yang merasa bingung apabila berpikir tentang bilangan abstrak. Keyakinan yang banyak dianut diantara para pembuat kebijakan saat ini adalah,jika pendidik tetap mengajar dengan cara yang sama, tetapi lebih giat maka siswa akan merespons latihan-latihan dril yang rutin dengn baik dan akan mengerjakan ujian standar dengan baik. Akan tetapi, apa yang akan terjadi pada anak muda yang tidak dapat belajar dengan baik dari dril dan latihan keterampilan, dan yang selamanya tidak dapat mengerjakan ujia standar dengan baik?.
Sayangnya,strategi tradisional sekolah dasar dan menengah telah gagal dan terus menyebabkan kegagalan pada banyak anank muda kita. Sudah umum diketahui bahwa para profesor di universitas kecewa dengan siswa yang masuk perguruan tinggi tanpa persiapan yang memadai. Sekoalah Strategi tradisional sekolah dasar dan menengah juga telah membuat siswa politeknik kedodoran. Siswa-siswa politeknik memang dibekali keterampilan,tetapi terbatas, dan tidak dibekali keterampilan akademik. Pada zaman teknologi ini orang-orang dari semua jenis karier,buruh, dan pegawai kantor membutuhkan pengetahuan akademik jika ingin menyesuaikan diri dengn kompleksitas dan perubahan yang cepat.
CTL, dengan penekanan pada belajar dengan melakukan, menyediakan sebuah jalan menuju keunggulan akademik yang dapat diikuti oleh semua siswa. CTL berhasi karena saat siswa menggunakan pegetahuan baru untuk tujuan yang berarti, mereka memberi makna pada pengetahuan itu. Jika otak hanya belajar, mengutip, dan berlatih, ngebut sebelum ujian,maka dalam waktu 14 sampai 18 jam otak akan melupakan sebagian besar informasi barutersebut, kecuali jika informasi itu memiliki makna. Proses belajar CTL yang aktif dan langsung memungkinkan siswa membangun keterkaitan yang enar-benar mengisi pekerjaan sekolah mereka dengan makna. Karena mereka melihat makna, maka siswa menguasai apa yang mereka pelajari.
Sekolah-sekolah sekarang dipaksa untuk mengikuti ujian yang terpusat. Siswa yang beruntung mungkin mendapatkan guru-guru yang mengacu pada materi ujian-ujian tersebut untuk memperoleh standar akademik tinggi, dan kemudian mulai mengerjakannya dengn menggunakan CTL,paling tidak sebagian. Menggunakan CTL berarti memberi para siswa kesmpatan untuk menemukan makna dan arti diri dalam pelajaran akademik dengn benar-benar mengitkan pekerjaan sekolah dengn kehidupan sehari-hari dan minat mereka. Siswa boleh membangun keterkaitan dengn berbagai cara. Inti dari keterkaitan tersebut adalah untuk menarik minat dan menantang para siswa agar mereka melihat makna dalam pelajaran mereka dan oleh karena itu termotivasi untuk mencapai tujuan akademik yang tinggi.
CTL tidak mengajak untuk mengesampingkan cara-cara pengajaran yang lain.CTL ditawarkan sebagai sebuah pendekatan bolistik terhadap pendidikan yang dapat digunakan oleh semua siswa baik yang sangt berbakat maupun siswa yang mengalami kesulitan belajar. CTL ditawarkan sebagai satu strategi yang ssangt menarik diantar banyak metode pengajaran lainnya. Keampuhan CTL terletak pada kesempatan yang diberikan pada semua siswa untuk mengembangkan harapan mereka, untuk mengembangkan bakat mereka,dan mengetahui informasi terbaru, serta menjadi anggota sebuah masyarakat demokrasi yang cakap.