jam

Rabu, 29 April 2009

Kurikulum Ekonomi Syariah untuk Pendidikan Dasar dan Menengah

Kita bersyukur bahwa sudah banyak perguruan tinggi (PT) yang mengajarkan ekonomi syariah di tanah air. Beberapa lembaga bahkan fokus menjadi Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) seperti STEI SEBI, STEI Tazkia dan STIS Yogyakarta. Sedangkan beberapa universitas besar telah membuka konsentrasi ekonomi syariah seperti UI, Unair, IPB, UIN Jakarta, UIKA Bogor, dan sebagainya. Selain itu program pasca sarjana juga banyak ditawarkan seperti di PSKTTI UI, UIKA Bogor, Trisakti untuk program Magister, dan bahkan Trisakti dan UIN Jakarta sudah menawarkan sampai program Doktoral.

Peminatnya pun luar biasa, untuk program Magister misalnya PSKTTI UI memiliki peserta yang mencapai sekitar 500-an. Jumlah ini adalah jumlah yang sangat besar dibanding peminat program pasca sarjana diberbagai Universitas lain didunia yang sudah lama membuka program ini. Tak heran kalau banyak pakar ekonomi Islam terkagum-kagum dengan perkembangan di Indonesia ini dan mereka menaruh harapan besar. Dr. Monzer Khaf misalnya sangat antusias dan berharap akan muncul 'fajar ekonomi Islam' dari Timur, yang sebelumnya studi dan kajiannya tertinggal dari kawasan Timur Tengah dan Barat.

Tentunya dengan dukungan dan harapan tersebut semakin membuat kita berusaha memperbaiki diri, terutama berkaitan dengan tangungjawab untuk merealisasikan pendidikan ekonomi syariah sampai tingkat pendidikan dasar. Karena bagaimanapun pendidikan bukan hanya proses transfer pengetahuan tetapi yang jauh lebih penting adalah proses internalisasi nilai-nilai ekonomi Islam dalam aktivitas hidup, dan ini tentunya akan sangat efektif jika diterapkan semenjak pendidikan dasar. Selain itu, dalam pendidikan dasar dan menengah saat ini, pendidikan ekonomi masih didominasi oleh worldview dan muatan ideologi kapitalisme. Dan hal ini yang menjadi akar kerusakan yang dahsyat dalam perekonomian dan ini tentunya membutuhkan sebuah perubahan yang serius dan fundamental.

Ekonomi Syariah Tingkat Dasar dan Menengah

Upaya untuk mewujudkan pendidikan ekonomi syariah untuk tingkat dasar dan menengah ini bukan sekedar wacana, tetapi sudah mulai dirintis. Kita bisa melihat upaya ini misalnya dirintis oleh Pemerintah Kota Tasik, Jawa Barat. Pelajaran Ekonomi Islam di Tasik diberikan kepada Siswa SMP secara bertahap. Pemkot Tasik, melalui SK No 421.7/2005 menjadikan pelajaran ekonomi Islam sebagai muatan lokal yang wajib diberikan kepada siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah.

Ketentuan tersebut berlaku mulai tahun 2006 dimana seluruh sekolah lanjutan tingkat pertama dan sejenisnya harus mengajarkan muatan lokal tersebut. Penerapannya dilakukan bertahap, untuk tahun ajaran 2005/2006 mata pelajaran ekonomi Islam dimasukan dalam mata pelajaran pengetahuan sosial dan ekonomi. Pelajaran tersebut disampaikan kepada siswa kelas VII (kelas 1 SMP) Kemudian pada tahun berikutnya, 2006-2007, pelajaran ekonomi syariah menjadi muatan lokal wajib untuk siswa kelas VII, VIII dan IX (siswa kelas 1, 2, dan 3). Materinya diberikan untuk dua jam pelajaran. Tahun 2007-2008 dan seterusnya, materi pelajaran ekonomi Islam disampaikan tersendiri dengan judul ekonomi Islam. Langkah ini adalah sebuah terobosan yang sangat bagus dan layak dicontoh oleh pemerintah daerah yang lain.

Hal yang sama juga mulai di rintis di Perguruan Al Azhar untuk menjadi pilot proyek dengan menjadikan ekonomi syariah menjadi muatan lokal di seluruh SMP dan SMA Al-Azhar. Mereka sudah akan mulai tahap awal dengan pelatihan sekitar 500 guru SMP dan SMA-nya untuk memperoleh pengajaran tentang sistem ekonomi syariah. Tentu ini adalah langkah yang maju dan cukup menggembirakan, meski ini baru upaya awal kepeloporan.

Saat ini kita tertinggal dari Malaysia, dimana pelajaran ekonomi syariah disana sudah diajarkan sejak kelas 1 SMU sejak lebih dari 20 tahun lalu. Dan kurikulumnya terus dikembangkan sesuai perkembangan ekonomi syariah. Ekonomi syariah menjadi bagian dari pelajaran ekonomi umum dan karena itu yang mengaturnya departemen pendidikan dan bukan departemen agama. Malaysia memiliki tujuan agar ekonomi syariah diajarkan di seluruh sekolah, negeri dan swasta dan dipelajari semua siswa, Muslim dan non-Muslim. Dengan demikian ekonomi syariah masuk ke dalam kurikulum nasional tidak sekedar muatan lokal.

Malaysia benar-benar berusaha mengembangkan diri menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah. Untuk mendukung rencana tersebut, pemerintah membekali pelajar sekolah menengah umum dengan ilmu ekonomi Islam. Dengan cara ini diharapkan, kesadaran dan pengetahuan ekonomi Islam tumbuh sejak dini.

Langkah Strategis

Proses perbaikan perekonomian bangsa ini sungguh sangat mendesak, dan langkah paling fundamental adalah membenahi pembentukan SDI. Bagaimanapun kerusakan sistem ekonomi kita, paling fundamental dipengaruhi oleh kesalahan dan kerusakan ilmu ekonomi yang diajarkan, ditanamkan serta membentuk perilaku ekonomi individu sejak kecil. Harus diakui bahwa dominasi pengajaran ilmu ekonomi di pendidikan dasar kita adalah warisan pencerahan Eropa dan dikembangkan dari filsafat barat yang bermuatan ideologi kapitalisme. Dan sebagaimana telah disadari oleh pengkaji teori ilmu-ilmu sosial, filsafat barat dan ideologi kapitalisme memiliki cacat bawaaan, mengidap "retakan epistemologis (epistemological rupture)", sehingga tidak bisa menjadi landasan dalam membangun ilmu sosial yang kokoh.

Kerusakan ilmu inilah yang kemudian menyesatkan 'anak didik', bahkan sampai ketika menjadi pemimpin dan pengambil kebijakan ekonomi (Wan Mohd Nor Wan Daud, "Filsafat dan Praktik Pendidkan Islam Syed M. Naquib Al-Attas", Mizan, 2003: 112-118). Bagi kita yang pernah mengenyam pengajaran ekonomi di pendidikan dasar-menengah dan saat bersamaan mendapatkan pendidikan al-Islam tentu merasakan split personality. Ada kontradiksi yang luar biasa antara muatan ilmu ekonomi tersebut dengan pendidikan al-Islam yang kita dapatkan. Itulah yang dialami oleh kita semua, dan seluruh anak-anak negeri ini yang sebagian besar hidup dalam keluarga yang menekankan spiritualitas.

Oleh karena itu, secara bersama-sama harus dilakukan upaya sistematis dan terencana untuk melakukan pembenahan dalam sistem dan kurikulum pendidikan ekonomi. Untuk itu penulis mengusulkan beberapa langkah strategis untuk memulai upaya ini:

Pertama, memperbanyak upaya kepeloporan pedidikan ekonomi syariah dari sekolah dasar dan menengah milik Ormas Islam. Banyak Ormas Islam yang memiliki lembaga pendidikan yang jumlahnya ribuan, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama', Hidayatullah, Persis, dll. Tentu upaya kepeloporan dapat dimulai dari ribuan sekolah-sekolah yang dimiliki oleh Ormas Islam tersebut untuk mulai mengkaji dan merealisasikan kurikulum ekonomi syariah. Langkah ini tentu akan lebih mudah, baik melalui kurikulum lokal maupun memasukkan dalam muatan pengajaran baik untuk sekolah umum, madarasah, pesantren, maupun SDIT-nya. Tentu saja hal ini membutuhkan kepedulian, keberpihakan dan pengorbanan para tokoh, pimpinan, guru-guru untuk bersama-sama mengkaji kembali kazanah ekonomi Islam yang sangat kaya ini. Buku-buku rujuakan tentang Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Mikro Ekonomi Islam, dan Makro Ekonomi Islam yang sudah banyak beredar bisa dijadikan rujukan awal.

Kedua, melakukan reformasi kurikulum ekonomi di Depag dan Depdiknas. Sebagaimana dipahami bahwa dua induk regulasi pendidikan kita ada di dua lembaga ini, untuk madarasah-madarasah ada di Depag dan sekolah-sekolah umum ada di Diknas. Seluruh muatan kurikulum nasional diatur oleh lembaga ini. Oleh karena itu harus terus didorong agar ekonomi syariah baik secara formal maupun substantif masuk dalam muatan kurikulum. Keberhasilan Malaysia perlu dicontoh, tentu saja dengan perbaikan yang fundamental. Kita telah mengalami kemajuan yang cukup berarti untuk kurikulum ekonomi syariah bagi pendidikan tinggi (PT) di Depag, dan di Dikti sudah dibolehkan masuk minimal pada mata kuliah pilihan. Tetapi belum ada perkembangan sama sekali untuk kurikulum di pendidikan dasar dan menengah, dan ini harus menjadi perhatian semua pihak. Karena pendidikan dasar dan menengah adalah masa emas pembentukan kepribadian yang paling efektif.

Ketiga, menyediakan buku-buku panduan pengajaran dan pendukungnya. Hal ini tentu saja perlu kebijakan keberpihakan anggaran baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk pendanaan pengembangan studi ekonomi syariah. Kita perlu mencontoh Malaysia yang setiap tahun pemerintahnya menyediakan 200 juta ringgit (sekitar Rp 500 milyar) khusus untuk pengembangan ekonomi Islam.


Keempat, mengoptimalkan potensi keunggulan fasilitas dan program belajar di Sekolah Islam-Terpadu (SD-IT/SMP-IT/SMA-IT) maupun Pesantren Modern yang juga sudah mengembangkan penguasaan bahasa Arab dan Inggris. Karena perkembangan literatur ekonomi syariah yang paling banyak saat ini adalah dalam dua bahasa ini. Dengan demikian model-model lembaga pendidikan unggulan ini diharapkan dapat menjadi syaitaroh (mercusuar) penyiapan SDI unggulan yang diharapkan nantinya akan melanjutkan pada PT dan mengambil jurusan ekonomi syariah. Sehingga kedepan mereka akan menjadi tokoh-tokoh ekonomi Islam baik sebagai praktisi, birokrat, akademisi, maupun entrepreneur yang handal. Selain itu ketersediaan referensi, perpustakaan yang lengkap dan akses internet bisa mempermudah proses pembelajaran baik untuk guru maupun santri.

Kelima, pengembangan kurikulum ekonomi syariah harus terus dilakukan. Karena bagaimanapun, pengembangan ekonomi Islam sangat berkaitan dengan upaya mempertahankan warisan ilmu keislaman dan disisi lain berhadapan dengan pengaruh dari perkembangan ilmu ekonomi modern. Dan proses pemantapan ekonomi Islam untuk menjadi disiplin ilmu dan diakui keilmiahannya terus berlangsung. Selain itu perkembangan institusi ekonomi syariah juga terus mengalami perkembangan. Dengan demikian kurikulum ekonomi syariah diharapkan mampu merespon perkembangan sehingga akan menjadi kurikulum yang menarik dan dinamis. Selain itu kurikulum tersebut harus lah bersifat integratif, dimana aspek kognitif, afektif, dan psiko-motorik dapat berjalan dengan harmonis dan memberdayakan peserta didik. Wallahu a'lam bi al-shawab.

Abdul Aziz Setiawan. Peneliti pada Pusat Penelitian STEI SEBI dan Analis pada International Institute of Islamic Finance (IIIF).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar